Langsung ke konten utama

Unggulan

[REVIEW BUKU] Ada Apa dengan Introver: Siapa, Mengapa, dan Bagaimana

Mungkin memang enggak ada yang namanya kebetulan, melainkan takdir.  Takdir untuk buku ini adalah, saya dapat masukan dari Mbak Lintor untuk menyusun buku tentang move on , kala itu kata move on sedang beken-bekennya, sekitar tahun 2014-2015? Iya sekitar segitu. Blio juga mengusulkan seorang psikolog bernama Pingkan Rumondor, yang dalam waktu dekat bakal mengisi seminar di Universitas Indonesia, untuk menulis buku soal move on  itu.  Proyek itu disambut hangat oleh mbak Pingkan. Dalam proses menulis dan mengedit naskah blio, saya pun mengunjungi tempat blio mengajar di Binus untuk ngobrol , hingga akhirnya dalam sebuah kunjungan, saya bertemu mbak Rani Agias Fitri . Di sana, lahirlah obrolan mengenai rencana penulisan buku blio mengenai introver, sebuah bidang yang menjadi kajian mbak Rani. Kebetulan saat itu, blio dan rekannya, Regi, tengah menyelesaikan proyek tugas akhir mengenai introver pula.  Pucuk dicinta ulam pun tiba, gitu kali ya peribahasanya. Saya pun usu...

Kang Daniel; Penyemangat dan Penyelamat!

images.static6.com 




Hai, Kang Daniel!

Selamat ulang tahun!

Wah, ulang tahunmu kali ini pasti bakal super meriah, ya kan? Apalagi, kemarin WANNA ONE baru saja memenangi penghargaan bergengsi se-Asia. Ah, tanpa itu pun, kamu sudah memiliki jutaan fans dari seluruh penjuru dunia. Jadi... tahun ini pasti ramai oleh penggemar yang mencintaimu, bukan?

Daniel, sebelum menulis ini, kamu perlu tahu. Aku bukan penggemar yang mampu membeli ratusan albummu, memeriahkan semua konsermu, bahkan sekadar menjajarkan foto-fotomu di dinding kamar pun tidak. Apakah aku memang fans modal kuota semata? Hm, tidak juga. Satu dua kali aku membeli postermu, juga bakal datang ke fanmeet-mu nanti. Tetap saja, jelas, aku kalah telak dibanding Wannable lain.

Tapi, izinkan aku membagi perasaanku; kenapa aku menggemarimu? Orang mungkin menyukaimu karena kamu tampan. Bagi mereka, kamu cinta pandangan pertamanya. Tapi, tidak bagiku. Kamu tidak seremeh itu.

Daniel, ada satu ruang di hatiku yang sudah kamu sentuh dengan begitu indahnya. Kamu menjadi sinar bagi ruangku yang semula gelap, menjadi harapan bagi asaku yang hampir lenyap.

Aku ingat sekali hari-hari itu. Hari-hari kelabuku. Aku sendirian, menelusuri perjalanan menjadi sarjana. Harus kukatakan, lebih sering hariku terasa seperti di neraka. Pertemanan hanya dihitung dari untung-rugi. Perjuangan menyelesaikan tesis pun jadi makin melelahkan. Semangatku mati. Dayaku diserap habis. Persiapan awal tesis kulakukan asal-asalan, seadanya, sebisanya. Hari-hari itu, hari-hari stresku. Biasanya sih, variety show Korea bakal jadi pelarian saat aku butuh hiburan. Tapi kali itu, aku terlalu sibuk.

Hingga akhirnya, frustasiku mencapai limit. Kutinggalkan sejenak urusan tesis. Tanpa arah, aku membenamkan diri dalam episode pertama Produce 101. Aku memang sudah melihatmu sekelebat di sana, tapi belum tertarik.

Lalu untuk coba-coba, aku menonton episode kedua. Kukira masih berupa audisi. Eh tapi, sebelum kontestan bernama Lee Woo-jin tampil, ada sebuah klip menampilkan cowok berambut pink memeluk Lee Woo-jin dan menyemangatinya. Padahal, mereka tak saling kenal. Cowok itu memeluk Lee Woo-jin hanya karena dia lucu dan imut sehingga ingin memeluknya.


Cowok berambut pink kemudian kukenal bernama; Kang Daniel.

Kita bisa jatuh cinta sesimpel itu; sesimpel aku melihatmu memeluk Lee Woo-jin.
Sejak itu aku mulai aktif menonton Produce 101. Kamu mendapat voting rendah di awal acara. Lucunya, video fancam-mu ditonton banyak orang. Makin lucu lagi saat ternyata yang membuatmu terkenal adalah sebuah “kasus”, saat kamu dianggap melakukan kecurangan karena nampak memberi kode pada fans untuk memilih lagu. Padahal, itu juga project dari para fansmu.

Gara-gara “kasus” kepolosanmu itu, makin banyak orang mencari tahu tentangmu dan menjadi penggemar. Tiba-tiba saja kamu jadi idola. Uh, rada kesal awalnya karena kamu jadi beken. Padahal sebelumnya, tak banyak orang tahu tentangmu. Daniel, kamu tak pernah menjadi pusat perhatian. Tak pernah terlibat drama-drama di tengah berlangsungnya Produce 101, selalu tenang. Lalu kini, tanpa dipilih jadi center pun, kamu telah menjadi center. Angka voting-mu naik tajam.

*

Pokoknya, perjalananmu dari episode 1 hingga 11 itu “wow” sekali, apalagi saat itu aku sedang frustasi-frutasinya. Melihatmu berjuang dengan cobaan yang lebih berat membuatku sadar, aku tetap harus maju terus sebagaimana Daniel terus maju. Siapa sangka, justru gara-gara kamu aku akhirnya mengerjakan tesis hingga selesai?

Final acara Produce 101 berlangsung Juni lalu, dan kuyakinkan diriku untuk menyelesaikan tesis sebelum Juni. Sidang tesisku dipatok tanggal 13, dan final acaramu di tanggal 16.
Tiba-tiba saja, aku yang awalnya benar-benar muak berurusan dengan tesis, menjadi terpacu untuk menyelesaikannya. Aku langsung bergerak menelepon dosen, merapel bimbingan, membenahi bab per bab. Aku merasa, aku juga harus selesaikan tesis ini seperti kamu menyelesaikan kontesmu. Jujur, lebih besar rasa senangku saat lihat dia menang dapat juara 1 dibanding aku selesai sidang.

*

Orang bilang, menjadi fangirl itu sesuatu yang nggak penting. Pointless. Orang seperti ini sesungguhnya kasihan, karena tidak semua fangirl melihat rupa semata.

Seperti kisahku tadi, misal. Melihatmu, Daniel, di episode 1 tidak membuatku lantas menyukaimu. Kamu manis, tapi ya segitu saja. Yang membuat hatiku tergerak untuk menggemari adalah, bahwa kamu seolah jadi refleksiku. Perjuanganmu menjadi seperti sekarang ini terus menginspirasiku untuk juga bergerak demi masa depan.


Daniel, ingatkah dulu kamu tidak lulus SMA? Hanya setahun di SMA, kamu berhenti karena tidak suka sekolah dan ingin lanjut jadi b-boy.

Hahaha, aku jadi ingat, dulu aku sempet nyeleweng, memilih jalan yang dianggap salah. Harusnya aku ikut koas untuk menyempurnakan pendidikan dokterku. Tapi aku berhenti sebelum koas dan memilih masuk S2, sehingga teman-teman S1-ku mulai jadi asing, mungkin karena keputusanku dinilai aneh dan keluar dari jalur.


Ini membuatku makin simpati padamu yang meninggalkan pendidikan formal. Gila ya, bagaimana bisa kamu berani keluar dari “zona aman”? Tidakkah kamu takut cibiran orang? Yang lebih keren, ibumu itu, lho. Dia tidak menghakimi, namun mendukungmu.

Bisa dibilang, aku paham apa perasaanmu. Kamu jadi refleksi sekaligus memotivasiku. Kita tahu bagaimana ganasnya netizen Korea yang satu komentarnya saja bisa bikin seorang idol jadi depresi. Apalagi kamu yang sedang ada di “atas angin”. Tapi meski dengan beban sebesar itu, kamu bisa tersenyum seolah tak ada apa-apa.

Aku akan selalu mengenangmu sebagai Daniel yang tak pernah nangis, setidaknya di depan kamera. Kamu selalu bisa menahan air mata. Masuk akal, karena ibumu mendidik untuk tidak mengeluh. Jalani apa yang sudah dipilih, dan jangan mengeluh. Daniel, kamu tumbuh di tengah keluarga yang kuat. Ibu yang tegar dan dikenal teguh pendirian di mata keluarga. Sifat itu untungnya kamu warisi. Meski tertimpa banyak cedera, kamu tidak mengeluh sekalipun ke Ibu. Kamu kuat.

Barangkali, karena sudah di-bully sejak kecil, kamu jadi lebih pandai mengatur emosi. Ya, aku ingat, kamu dulu dikatai jelek. Bagaimana rasanya ya orang yang dulu mengataimu jelek lalu sekarang melihatmu jadi bintang idola jutaan remaja? Kasihan, dia.

Ah, aku juga suka caramu memanggil Ibu dengan sebutan “eommonim”, lebih formal dan sopan. Ini tanda bahwa kamu sangat menghormati orangtua.

*

Jadi, Daniel. Aku jelas harus berterima kasih padamu, karena kamu menemaniku saat aku berada di titik terendah. Ketika aku merasa down, melihat videomu dalam semenit saja bisa bikin lupa masalahku.

Aku bahkan heran pada diriku sendiri, yang untuk pertama kalinya aku sampai bikin akun Twitter khusus fangirling kamu! Wow.

Terima kasih, Daniel. Aku bangga jadi bagian dari penggemarmu yang luar biasa hobi memberi donasi. Bikin sumur di Afrika, donasi untuk orang-orang yang sakit, dan aneka donasi di mana-mana karena mereka tahu Kang Daniel terkenal suka berdonasi, sehingga para fans lebih senang memberi hadiah berupa donasi. Itu membuatku makin menggemarimu.


Sekali lagi, terima kasih Daniel. Tulisan ini adalah bentuk terima kasihku yang besar, kamu sudah menemaniku dari aku yang rapuh menjadi aku yang lebih tegar.

Fangirling bagai dunia dreamland, kadang aku membayangkan kapan aku akan bangun dan menghadapi dunia nyata. Tapi kupikir, kalau aku nggak menyambangi dreamland, aku nggak bisa menghadapi dunia nyata.

*

Di mata orang, menggemari idols adalah sesuatu yang tak berguna. Tapi, maaf saja, para haters. Aku melihat idolaku sebagai pengingat untuk tetap tersenyum, bekerja keras, terus melangkah, dan jadi versi diriku sendiri yang lebih baik dan selalu mensyukuri itu semua. Aku janji akan menjadi manusia yang lebih baik, yang tak mudah mengeluh sepertimu, dan selalu bekerja keras meski ada jutaan hambatan.

Selain kerja keras, aku belajar untuk tidak merepotkan orangtua. Kebutuhan fangirling-ku haruslah keluar dari kantongku sendiri. Dan kelak saat nanti aku datang ke fanmeet-mu, ketahuilah Daniel, bahwa itu simbol rasa terima kasihku karena selama ini kamu sudah berbagi inspirasi padaku.

Kamu menginspirasiku untuk tetap bahagia. Bagiku, kamu lebih dari sekadar idola. Kang Daniel, kamu penyemangat dan penyelamat.

*


(ditulis sebagai hadiah untuk Bojo) 💗

Komentar

Postingan Populer