Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
kejutan-kejutan di umur 28
umur 28.
diumur ini, saya diserang penyakit yang tak saya sangka bakal saya alami: asam lambung. konon, jika keterusan dan tak tertangani dengan baik, penyakit ini bisa mematikan. saya sendiri tidak tahu, dan mungkin tidak mau tahu, sudah sejauh mana asam lambung ini ada di tubuh saya. yang saya tahu, tiap saya diare dan muntah, saya harus langsung berobat. kurangi makanan yang kadar asamnya tinggi, sebisanya. itu saja.
kedua, ini yang bakal saya coba refleksikan di sini: saya mengalami kecenderungan bunuh diri. mungkin karena depresi, atau stres. saya sendiri tidak tahu apa yang membuat saya stres. saya rasa, hidup saya santai saja. saya tinggal di rumah, makanan ada, keluarga ada. saya sambil bekerja lepas untuk cari sedikit uang, dan menulis di sana sini.
hanya saja, makin ke sini, saya makin kacau. saya mudah menangis. mulut orang-orang semakin jahat. saya rasa, saya telah mengecewakan banyak orang. semakin ke sini, semakin sering itu terjadi: niat baik yang ternyata tak dianggap baik. malah jadi bumerang buat saya. kalau saya diam, mereka bingung. nanti saya dicap tukang ngambek. padahal, saya rasa itu demi kebaikan semua. saya butuh waktu buat berefleksi dengan diri sendiri. saya butuh tenang. tapi kalau saya menyahut bentakan-bentakan mereka, nanti saya dibilang sok pintar, tidak sopan, bebal, dan sebagainya. begitulah.
gesekan-gesekan itu terus terjadi. saya, tidak pernah punya niat buruk atau hati yang membenci. saya memberikan semuanya buat orang2 yang saya cintai. waktu, tenaga, uang yang tak seberapa, karena bagi saya mereka begitu berharga. tapi, niat-niat baik itu, kian ke mari, kian jadi tak berarti.
saya memendam ini sudah lama, saya semakin sering menangis sendiri di kamar mandi. saya juga merefleksikan ini: apakah saya stres? karena apa? pra-mentruasi? kok anjing sekali. betapa buruknya menejemen stres saya kalau saya selalu depresi jelang menstruasi. ini makin menyiksa. pikiran-pikiran suicidal itu ada sejak beberapa bulan terakhir. ketika saya menerima perkataan atau tindakan yang tak menyenangkan, atau ketika saya sedang bercermin: betapa diri saya penuh kegagalan. saya tak bisa menulis dengan baik. saya tidak pintar meski saya sudah S2. saya ceroboh. mimpi saya tidak sebesar yang lain.
dan ketika pikiran buruk datang, saya merasa mudah sekali membayangkan pisau dapur. saya tinggal menekannya ke urat nadi, dan masalah-masalah itu selesai. saya tak lagi perlu peduli, saya tak lagi perlu sedih dan menangis di kamar mandi. tak ada ekspektasi yang membayangi saya. kawan-kawan saya tak perlu repot mendengarkan curhat saya. kekasih saya tak perlu repot mendengarkan tangis saya di malam hari. dan, mereka bakal baik-baik saja kok. mereka bakal baik-baik saja.
tidak mudah menulis ini, tidak mudah bicara soal ini. makanya, baru sekarang saya mengungkapkan ini. kenapa tidak mudah?
jika saya menangis, mereka akan bilang saya lemah. saya tidak boleh lemah. saya harus kuat. saya tidak bercerita pada orang lain karena saya tau betul akan ada yang bilang begitu. kamu lemah, Nas. kamu memalukan. pikir saja, harusnya kamu tuh bersyukur. kamu punya orangtua yang suportif, adik yang bisa diandalkan.
akan ada yang bilang, ih kasihan ya Inas, hidupnya semrawut. kok bisa, sih. lemah.
akan ada yang bilang, ah gitu aja dipikirin.
akan ada yang bilang, sudah, dekatkan dirimu kepada Allah.
saya percaya Allah itu ada, saya sudah bicara dengan-Nya, tapi entah bagaimana Dia merespon. yang jelas, saya masih merasa depresi. saya banyak tidur, ketika bangun pun saya main game, mengerjakan freelance, bercakap dengan kekasih, sudah. saya mengerjakan pekerjaan rumah, tapi pikiran saya tidak tahu kemana larinya.
sejak beberapa minggu lalu, saya ingin reached out. saya ingin mencari pertolongan. tapi saya bingung ke mana. psikolog? entahlah. teman? malu. mereka pasti punya masalah juga. apa tidak apa-apa bercerita ke mereka?
mungkin, solusinya, saya harus keluar menuju zona baru. dan sekarang, saya hanya perlu bersabar-sabar sebelum akhirnya pergi. termasuk, menahan untuk tidak mengambil pisau di dapur.
kultur di mana kita harus bersikap selalu kuat dan tahan banting, itu yang lama-kelamaan menyiksa saya.
******
update: 18 Februari 2021.
tulisan di atas saya tulis pada 28 September 2020. masa-masa terberat, sejauh ini, dalam hidup. karena yang saya hadapi bukan lagi orang lain, tapi juga diri sendiri.
bunuh diri, serem banget membayangkannya. saya takut membunuh diri sendiri. takut akan rasa sakitnya. takut dosa? nggak juga. orang lain nggak takut berdosa tuh ketika melempar kata-kata dan perbuatan jahatnya ke saya, hehehe.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
Analisa Cerpen “Tikus dan Manusia” Karya Jakob Sumardjo
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Analisa Novel Karya Mira W: Sisi Merah Jambu, oleh Inasshabihah
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar