Unggulan

Review Buku 'Ada Apa dengan Introver?': Siapa, Mengapa, dan Bagaimana

Mungkin memang enggak ada yang namanya kebetulan, melainkan takdir. 

Takdir untuk buku ini adalah, saya dapat masukan dari Mbak Lintor untuk menyusun buku tentang move on, kala itu kata move on sedang beken-bekennya, sekitar tahun 2014-2015? Iya sekitar segitu. Blio juga mengusulkan seorang psikolog bernama Pingkan Rumondor, yang dalam waktu dekat bakal mengisi seminar di Universitas Indonesia, untuk menulis buku soal move on itu. 

Proyek itu disambut hangat oleh mbak Pingkan. Dalam proses menulis dan mengedit naskah blio, saya pun mengunjungi tempat blio mengajar di Binus untuk ngobrol, hingga akhirnya dalam sebuah kunjungan, saya bertemu mbak Rani Agias Fitri. Di sana, lahirlah obrolan mengenai rencana penulisan buku blio mengenai introver, sebuah bidang yang menjadi kajian mbak Rani. Kebetulan saat itu, blio dan rekannya, Regi, tengah menyelesaikan proyek tugas akhir mengenai introver pula. 

Pucuk dicinta ulam pun tiba, gitu kali ya peribahasanya. Saya pun usul ke Pemred dan tok tok tok! Usul diterima! Selanjutnya, kami mulai proses menyusun, menulis dan mengedit, hingga akhirnya... taraaaa! Ini dia, Ada Apa dengan Introver? karya mbak Rani!



**



Saya berhadapan dengan introver, berkali-kali, utamanya dalam lingkaran pertemanan di kelas. Yang paling saya ingat saat kuliah di Tangerang. Mereka biasanya berkumpul dengan sesama introver, atau orang-orang yang cenderung enggak berbaur, enggak banyak omong sementara banyak kikuknya, dan duduk di deretan belakang. Saya enggak banyak berbincang dengan mereka, tapi sebenarnya, mereka teman yang menyenangkan untuk diajak ngobrol, bahkan dengan topik di luar ekspektasiku. 

Terlibat dalam buku ini turut membantuku memahami siapa, mengapa, dan bagaimana sih si introver itu? Yang pada akhirnya juga membawaku mengenal diriku sendiri: seorang yang cenderung ektrover. 

Sedikit curhat, uhuk, sepanjang hidup, pria yang berhasil menarik perhatian saya, adalah seorang introver. Zaman sekolah dulu, kekasih saya seorang introver. Tidak banyak omong, kelihatan kikuk, terlihat kebingungan mengungkapkan perasaannya, tapi mampu memberi perhatian dan kasih sayang dengan cara yang... menyentuh hati. Caelaaaahh~

Begitu juga, Pak Suami; kalau ini sih lebih-lebih! Introvernya lebih, perhatiannya lebih, menyentuhnya hatinya apalagi uwuwuw saranghe~ Aku melihat seorang introver dari jarak yang sangat dekat, dan alhamdulillah dapat lebih memahaminya karena udah lebih dulu baca buku Mbak Rani; bagaimana mereka lebih suka deep talk, bagaimana isi kepala mereka yang jauh lebih ramai dari yang nampak mata, bagaimana mereka menyelesaikan masalah, termasuk bagaimana tindak-tanduk mereka yang kerap disalahartikan.

Jika ada yang frustasi berhadapan dengan sikap tertutup dan berjaraknya introver, aku kok malah nyaman. Apa jangan-jangan di balik sikap ekstroverku ini, ada jiwa introver yang sesungguhnya kuat di hati? 

Entahlah, apakah saya membutuhkan kekaleman seorang yang introver untuk menyeimbangi ledakan ekstrover saya? Seorang yin untuk yang saya? Sehingga saya lebih cocok dengan seorang introver?

Maybe.

**

Naaaah, baru deh kita bahas bukunya! 😄

Ada beragam teori terkait sifat dan kepribadian yang dikemukakan para tokoh psikologi kepribadian, diantaranya adalah introver dan ekstrover; dua karakteristik yang bertolak belakang. Umumnya, kita menjuluki seseorang yang tertutup dengan introver, sementara orang yang cenderung terbuka dijuluki ekstrover. Bahkaaaaan, introver dianggap lebih negatif karena dinilai menarik diri dari dunia, enggak bisa diajak bergaul dan bekerja, dan sejenisnya. Sebaliknya, ekstrover dikira lebih positif karena lebih ceria, asyik, dan serupa itu.   





Buku ini membedah stereotip itu, disertai penjelasan dari psikolognya langsung! Apalagi, introver, ekstrover, dan ambiver adalah bawaan sejak lahir. Sehingga menurutku, perlu bagi kita untuk memahami karakter bawaan ini agar sikapku lebih tepat dalam bergaul. 

Jadi kalau kamu punya pertanyaan, kenapa sih orang ini kok begitu? Kenapa sih introver kok begini? Kok mereka diem aja, sih? Apa mereka bosen, ya? Bete? Nah, baca deh ni buku! 

Lebih detail lagi, mbak Rani turut menjabarkan seperti apa kita perlu memperlakukan introver sebagai teman, rekan kerja, maupun pasangan. Naaaaah, siapa nih yang suaminya introver juga kayak aku? 😃


Tapi tau enggak sih, ternyata, seseorang bisa saja mengalami pergeseran karakter. Misalnya kayak yang kualami, awalnya super ekstrover, enggak hanya banyak teman, tapi aku juga hobi banget pas kuliah NGINEP DI KOS TEMEN padahal rumah tannteku deket bgt dari kampus :') kusinyalir itu karena aku demen cerita-cerita, nongkrong, ngobrol bareng temen, gitu kali, ya, enggak pernah nolak deh kalau diajak jalan, malem sekalipun. Habis subuh mandi, pulang, kuliah lagi. Ladalah.

Tapi sekarang.. sepertinya bagian introver dalam diriku menguat. Usia telah membawaku semakin introver. Sejak beberapa tahun sebelum menikah, mungkin usia jelang 30 ya, aku lebih demen di rumah, waktu senggang langsung baca buku atau masak, meski tetep butuh liburan atau refreshing semisal jalan di mall, nongkrong di kafe, but that's it. Diajak ketemu pun aku mengukur tenaga dan pikiranku, itupuuun yang aku temui ya itu-itu aja. Apalagiiiii sekarang ini sudah ada momongan gini. Wkwkwk, semakin mengukur tenaga.

Daaaaan, pergeseran karakter ini juga dibahas sama mbak Rani. Dengan latar belakang blio yang psikolog (dan seorang introver? hehehe) maka buku ini bener-bener pilihan yang tepat untuk membimbingmu mengarungi dunia orang-orang yang hobi merenung.

**

Ada beberapa ciri khas introver yang dijelaskan mbak Rani, dan kudapati itu ada pada diri suamiku. Yang paling lekat adalah, bagaimana introver itu demen banget mikir. Meski mereka cenderung diam, tapi kepala mereka tuh ramai banget! Kalau istilahnya mbak Rani, introver itu kolektor pikiran. Karena dia asyik dengan dunia dalam pikirannya itu, maka ketika harus menerima banyak stimulus ekternal, dia perlu kesunyian untuk mengecas diri setelahnya. Nah, ini dia beda ekstrover dan introver: bagaimana mereka mengisi energi. 



Kemudian, introver cenderung serius dan fokus, sehingga enggak bisa diganggu saat sedang konsen melakukan sesuatu. Pak Suami itu, ketika sedang nempel dengan buku yang dia baca, dia bakal baca sambil menyimpan banyak catatan dan refleksi dari buku itu di kepalanya. Bayangkan seriuh apa tu pala, maka ia susah diajak... apapun. Kenikmatan duniawi yang dia tau ya hanya buku itu, lol 😜

Diajak ngobrol akan sulit nyambung, dan dia akan ngomong, "Wah, kepalaku penuh, aku lagi kepikiran buku ini, kok bisa ya dia nulis begitu. Menurut dia tuh blablabla.."

Somehow, that is his sexy quality, for me, lol.

Makanya kalau dia kok duduk baca dari pagi sampai malam, ya sudah, tandanya saya juga bisa sibuk dengan diri sendiri dan me time~

Dan masih ada segambreng ciri khas lain yang dibahas di buku ini. Tentunya, semua berdasarkan analisis pakar, bukan kaleng-kaleng.

**

Poin lain yang menyenangkan juga, buku ini dilengkapi semacam tes awal untuk melihat apakah kamu introver?



Kemudian, bukunya juga dilengkapi visual untuk berupa ilustrasi dan komik tentang introver. Misalnya kayak ini, nih. 


Selain komik, ada quotes unyu yang relevan kayak gini juga:




Bukunya lengkaaaap banget, deh. Dari A ke Z. Dari hulu ke hilir. Buku ini ngebantu aku banget, banyak momen ketika membaca buku ini yang bikin aku sadar atau ingat, oh iya ya berarti temenku yang ini tuh introver ya? Oh gini ya cara memperlakukan orang introver, jadi sebenarnya mereka bukan males atau terlampau pemalu, mereka sebenernya blablabla..

By the wayyyy, aku baca buku ini pas lagi di kafe jamu namanya Makuta Cafe, dikelola oleh generasi terkini Nyonya Meneer. Yep, sedih banget pas aku denger perusahaannya tutup dan enggak lagi memproduksi jamu, padahal aku cocok sama produk-produk mereka :( 

Nah, ini sekilas gambaran kafenya. Sayangnya mereka lagi tutup sementara. Semoga pas nanti ke Semarang mereka buka lagi, ah! <3

Jamu Reinvented!

Baba lagi kepoin produk mereka. Aku beli macem-macem di sini, bumbu masak, jamu perawatan pasca melahirkan, dan tentu jajan-jajan enak di kafe sini, termasuk jamunya yang seger!

Ibu Meneer :)


Gimana, penasaran pengen baca bukunya? DM aku ya di Instagram @shabibooks. Kutunggu!

Komentar

Postingan Populer