Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear, Rawi (5)

Halo, Raw. Ada banyak yang ingin Uma sampaikan, sebagai pesan yang bisa kamu baca saat kamu bisa mengakses internet. Tapi waktu menulis semakin sedikit.  Uma masih ngos-ngosan membagi waktu antara menemani kamu bermain, memikirkan dan menyiapkan makananmu, atau singkatnya mengurusmu selama 24 jam. Kemudian masih harus mengurus rumah, mengurus urusan Jidah dan Jid saat kita di Semarang, dan lain-lainnya. Lalu yang tak kalah penting: bekerja. Uma sangat menikmati semuanya, Raw. Tapi ya itu, jadinya waktu untuk menulis seperti ini jadi semakin sedikit.  Saat Uma menulis ini, kita sedang ada di Semarang. Kita menghabiskan, mungkin 2 minggu di sini. Rawi semakin bonding sama Jid. Bahkan kalau ditanya, "Rawi anaknya siapa?", kamu akan menjawab, "Jid." Hahaha, mungkin Rawi segitu senangnya dengan Jid karena Jid suka bermain dengan Rawi, bukan hanya sekadar mengawasi Rawi bermain. Jidah juga sama.  Raw, ada satu hal yang terus mengganjal di pikiran Uma. Ya bukan cuma satu, ...

Surat Untuk Adik-adikku

Teruntuk adik-adikku,

Aku tidak melarang kalian jatuh cinta. Aku juga ingin kalian belajar memiliki, memadu kasih, mencintai, memberi sepenuh hati, dan berkasih sayang. Sama seperti yang kulakukan bersama seorang lelaki dulu.

Hanya saja, aku takut sekali. Aku tidak mau kalian mengalami yang sama dengan yang aku alami. Ya, aku yang malang. Jatuh dan kesakitan. Setelah aku memiliki seseorang, memberi sepenuh hati, aku menyayanginya, namun ia tidak bisa memberi yang sama.

Tidak, aku bukannya tidak tahu terima kasih.

Aku bukannya berharap lebih.

Hanya saja, ketidakseimbangan ini membuatku lelah. Dan pada akhirnya, aku ditinggalkan. Tanpa belas kasih. Bahkan… tanpa alasan. Tanpa kejelasan bicara. Hanya dua kata: ‘Putus aja’.

Aku menangis. Aku meraung. Aku merasa disiakan, sakit. Aku ingin mati. Hatiku seperti ditusuk seribu, oh mungkin lebih, sejuta sembilu. Bersamaan. Bahkan rasanya aku ingin memuntahkan hatiku. Otakku berhenti. Mataku seolah tak bisa terpejam.

Aku tidak bisa mempercayai ini. Aku tidak bisa menerima kenyataan. Aku merasa aku memberinya dengan sempurna. Namun mengapa seperti ini balasannya?

Karena itulah,
aku sangat tidak ingin kalian mengalami carut marut itu. Aku tidak ingin kalian menuai bahagia di depan, namun kalian disakiti. Dijatuhkan. Dihinakan. Dan dibuang dibelakang hari. Aku sangat takut. Aku takut kalian diberi janji manis, dikhianati, atau.. cinta bertepuk sebelah tangan.

Trauma? Umm.. seharusnya tidak. Aku menjadikannya pengalaman berharga dalam mencintai.
Dan inilah mengapa aku terang-terangan panik ketika kalian mulai dekat dengan lawan jenis. Bahkan aku cepat-cepat mengatakan, “Ojo pacaran!”
Aku benar-benar minta maaf.


….
Aku tidak ingin kalian patah hati.

Dari,
Kakak kalian

Komentar

Postingan Populer