Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear Rawi (2)

Hai, sayang. This is me again.  Raw, hidup melelahkan, ya? Entah melelahkan karena menjenuhkan dengan rutinitas yang terus berulang, atau melelahkan karena memang, ya lelah, secara fisik dan mental? Huahaha.  Uma berharap, kamu tidak mengalami kelelahan, kamu tidak mengalami ketidakenakan. Raw, doa Uma hari-hari ini sepertinya hanya satu, agar Uma (dan Baba) bisa dipercaya Allah untuk terus merawat Rawi, sampai nanti Rawi siap hidup di atas kaki sendiri.  Hidup nggak mudah, Raw. Dan level ketidakmudahan itu terus berubah. Semisal, saat mulai sekolah nanti, kamu akan menemukan ketidakmudahan hidup seperti: susah bangun pagi, susah memahami pelajaran, mungkin susah mengerjakan PR, susah harus bertanggung jawab dengan aktivitas harian, susah menghafal surat Al-Quran, susah membereskan kamar yang berantakan, dan sebagainya.  Tapi, Raw, jalani saja. Lakukan saja. Bangunlah, pahamilah, belajarlah, kerjakanlah, hafalkanlah. Dengan begitu, ketidakmudahan akan terlewati....

I have no idea.


Awalnya? I have no ide about what I do. 

Demi Tuhan, ini bukan pelampiasan. Aku hanya mencoba membuka kembali karat-karat kecil yang mulai menghinggapi hati, sebelumnya benar-benar karatan. Dan nyatanya ini susah. Dua tahun tak disapa sedemikian intim, rasanya hati ini benar-benar berat mengasihi.

Lalu semuanya berubah. Mulai dari candaan, sapaan, pertanyaan biasa, yang berubah menjadi “sayang”. Masih saja, I have no idea about what I do. I’m dead.

Lalu semuanya makin berubah. Kini kami sudah bukan dua orang asing. Bukan lagi dua teman lama yang berbagi kisah dan informasi sederhana. Semuanya menjadi serba spesial. Tidak lagi biasa, tapi mulai menjalin makna.

Kata “sayang”, “kangen”, semuanya sudah jadi sarapan, makan siang, dan makan malam sehari-hari. Mungkin malah makan sore. Perhatian yang dia berikan pun makin menjurus. Makin detail. Makin menuntut. Makin galak!

Memang belum seluruh hati aku berikan, dan tak akan pernah. Seperti nasehat seorang teman, “Jangan pernah mencintai sepenuh hati, kalau tak mau sakit belakangan.”

Bersyukur? Iya, aku tentu saja mensyukuri semua ini. Terima kasih Tuhan karena memberiku keajaiban, yaitu perhatian dan kasih sayangnya.

Bahagia? Umm, iya lah. Aku ada di posisi yang diinginkan para gadis. Aku memiliki seseorang yang menyayangiku, rela memenuhi satu dua tiga keinginanku, dan tak akan melepas matanya dari aku.

Akhirnya, aku menyayanginya.

Iya.

Aku menyayangi caranya memperhatikanku. Ia hampir selalu menghardik jika aku bande. Dia sangat baik. Tapi galak. Lol. Aku menyukai caranya mengungkapkan kejujuran. Meksi aku masih saja Inas yang posesif, yang sangat susah dibuat percaya.

Baiklah, mari mulai menjalankan peran. Sekarang, aku gadisnya. Tak ada yang bisa meraba sampai kapan. Aku pun tidak. Tak ada yang bisa menebak jalan ceritanya. Jadi, silakan duduk dan nikmati saja, sementara aku di sini menyusun cerita.

Morning!

Komentar

Postingan Populer