Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear, Rawi (4)

Dear, anakku sayang. Hari ini nggak mau bilang apa-apa, selain terima kasih dan maaf. Terima kasih karena sudah tumbuh jadi anak yang lucu, sehat, dan cerdas. Kamu bukan anak penurut, tapi tak kan habis akal Uma dan Baba agar kamu memahami kenapa kamu harus nurut sama kami, LOL. Semoga kerja sama kita berlangsung dengan baik hingga kemudian hari, hahaha. Terima kasih karena Rawi mau memakan apa yang Uma beri, meski mungkin membosankan atau kurang enak. Wi, banyak orang menilai Uma terlalu selektif dengan makananmu. Bahwa Uma melarangmu makan manis, minum manis, termasuk susu, terutama susu. Bahkan Jiddah-mu sendiri kewalahan memahami bahwa kamu alergi susu, dan dia terus meminta Uma memberimu susu. Padahal Uma tak akan lupa rasa stresnya saat kamu minum susu dan tidak makan, lalu di tengah waktu bermain kamu kelaparan. Hadeh. Untuk itu, Uma minta maaf. Tidak ada niat melarang berlebihan. Yang Uma lakukan semata-mata buat kebaikan Rawi, tidak mungkin tidak. Makanan manis hanya akan memb...

Aku ingin punya suami yang...

Iya sih: manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Tapi, Tuhan tidak melarang berangan, bukan?

Iya sih: perempuan punya pria idaman, Tuhan yang nanti menentukan. Tapi, Tuhan tidak melarang untuk berkeinginan, bukan?

Jadi, aku ingin punya suami yang super sabar. Yang akan diam ketika aku marah, yang mampu menyeimbangi kecerewetanku dengan baik, dan bukannya ikutan cerewet. Itu menyebalkan.

Aku ingin punya suami yang menyayangi kedua orang tua dan keluargaku, juga kedua orang tua serta keluarganya. Harus sadar, tahu, tegas, dan sabar atas batas mana urusan kami berdua dan mana urusan kami yang melibatkan mereka.

Aku ingin punya suami yang inspiratif. Yang ibadahnya bagus, yang akan mengajakku ke jalan kebaikan. Jalan yang tak akan putus meski kami mati. Jalan yang tak akan membuat kami berpisah di akhirat nanti.

Aku mau punya suami yang bisa membantuku menndidik anak-anakku nanti. Bukan cuma soal hidup, tapi yang lebih urgent: soal berhubungan dengan Tuhan.

Aku ingin punya suami yang tidak memandangku rendah. Suami yang tidak menatapku bagai aku perempuan letoy yang tak bisa dan tak tahu apa-apa. Aku mau dia menghargaiku..

Aku ingin punya suami yang jujur, yang akan bilang tidak jika memang tidak, dan iya jika memang iya. Benar jika sejatinya benar, salah jika aturannya memang tidak begitu.

Setingkat diatasnya, suamiku nanti harus setia. Aku menolak dimadu, demi apapun. Untungnya aku tidak cepat bosan, tapi jika nanti suamiku demikian, maka dia harus bisa membuat hubungan kami seru dan tidak semembosankan yang dia rasa. Tentu, aku akan membantunya.

Aku ingin punya suami yang pintar, mengikuti perkembangan dunia. Dia harus mengajariku tak hanya soal beragama, tapi juga bersosialisasi dan berinformasi.

Ah, aku tak peduli dia tak punya banyak teman. Aku malah akan bisa seimbang jika dia nantinya orang yang tak banyak tingkah.

Lalu, aku mau dia suka musik! Serunya kalau bisa bernyanyi berdua. Dia harus pria dengan selera lagu-lagu enerjik, sehingga aku bisa having fun dengannya jika mengunjungi konser atau pertunjukkan musik.

Aku tidak begitu peduli dengan rambut, tapi aku suka pria cepak. Kecuali, jika gondrongnya bagus. Kalau gondrong tapi alay, big no!

Aku ingin punya suami yang hobi travelling! Sudah bisa kubayangkan bagaimana kami mengarungi darat dan laut demi mencapai Bunaken, Toraja, Danau Toba, Brunei, Dubai, Arab Saudi, Mekkah, Madinah, Yaman, Mesir, Turki, New York, Kanada! Berdua!

Demi Tuhan aku tidak suka pria cerewet yang lebih suka mendominasi obrolan soal dirinya, dirinya, dan dirinya. Kenapa? Karena aku pun tidak demikian.

Akan lebih baik jika dia berjanggut.

Aku mau suamiku adalah pria yang percaya diri seperti ayah.

Aku mau suamiku nanti akan menyentuh inci demi inci diriku bukan dengan nafsu, tapi rasa sayang yang tulus.

Aku ingin menikah. Meski bukan sekarang.

Tapi kalaupun iya, itulah pria yang aku inginkan.

Komentar

Postingan Populer