Kalo kamu bosan sama nestapaku, jangan baca. Lagian
ini nestapaku, bukan nestapamu. Ini bebasku, bukan bebasmu.
Kayaknya aku bakal
nikah muda, eh bukan, mati muda.
Nestapa ini sebenarnya
sudah dimulai sejak kamu sudah muak membacaku. Sudah enggan menerima kabar,
menolak berbagi cerita, menepis semua ungkapan cinta. Lalu bertubi aneka
kebencian lain tersulut. Kebencian akan diri sendiri dan orang sekitar.
Kayaknya aku memang
bakal mati muda.
1. Ada kali 6
bulan, message ku menumpuk di Facebook-mu, tidak kau singgahi barang
sejenakpun. Kamu memilih tetap online,
tanpa menggubrisku barang sekukupun. Aku tidak masalah, karna ini sudah pernah
terjadi. Namun sedih itu membumbung saat kamu update di Twitter: “Goodnight ;):D:*” dan suatu tulisan dalam
bahasa inggris tentang "kamu masih menyimpan surat dari seseorang."
Ah,
jangan tanya aku bisa masuk ke lokermu, karena aku punya kunci cadangannya,
meski kunci itu tak bisa seenaknya kupakai karena haknya bukan padaku.
Kesedihan
kedua membuncah. Aku mulai merasakan lagi bagaimana hati diiris-iris. Lalu berongga.
Lalu, ya sakit. Terbawa ke ujung mata. Membentuk hulu kecil di pinggir bolanya.
Lalu air itu menetes.
Aku lupa,
adakah surat yang pernah aku tulis untukmu, sehingga tweet itu memang mungkin bukan untukku. Lalu sapaan “goodnight”mu. Kita
tak pernah bicara berbulan-bulan sudah. Jadi, rasanya untuk apa juga kau
ucapkan selamat malam padaku?
Mungkin,
memang sudah ada perempuan lain.
Dan mungkin,
aku memang bakal mati muda.
Lalu kemarin.
Aku iseng
membuka laman Facebook. Kutemukan punyamu. Ternyata… kau meng-update lagi. Kali ini di Facebook,
beberapa foto. Ada dirimu disitu, masih manis seperti dulu. Dengan senyum kesukaanku.
Lalu perlahan aku tertawa. Kamu kan susah sekali difoto. Hahaha….
Cuma itu? Tidak. Satu perubahan mahadahsyat lainnya adalah ketika kamu mengirim sebuah tweet untuk teman SMP-mu, katamu "heh omongannya itu, lho. ta cium lho bibirmu -_-"
KAMU BERUBAH. Dulu bahkan kamu acuh sama mereka dan hanya mengindahkan aku, pesan-pesanku, permintaanku, ceritaku. Sekarang?
People change. Memories don’t.
Mendadak
rasanya begitu sesak. Aku tertawa sekencangnya hingga hulu itu bermuara lagi di
ujung mata. Mengapa aku bisa begitu buta? Harusnya sudah aku sadari sejak
berbulan lalu, saat kamu berhenti menjawab chat-ku,
bahwa kamu memang sudah melepasku
jauh-jauh. Bahkan kini, membuang. Ha ha ha…
Aku tergugu.
Terbayang semua semangat positif yang kumunculkan dalam-dalam belum lama ini: believe in good future of love.
Lalu saat
aku cerita ke beberapa teman,
“Dia
bilang sih, kita nggak bakal pacaran lagi..”
“Tapi
dia nggak bilang kalo kita nggak bakal
nikah, kan Nas? Hahaha!”
“Tapi
kalo dia sayang at least balas satu message-ku lah!”
“Dia
nggak mau ngasih harapan, Nas. Itu tandanya dia sayang.”
“Masa?”
“Dia
tuh orangnya konsen tau, Nas. Makanya lo digubris sekali-kali doang.”
Merasuk
begitu saja, membangun keinginan untuk bertahan, namun kemudian benteng itu
luruh lantak. Dua hari lalu, hari kiamatku.
Pernah
nggak sih ngerasain momen dimana kamu pengen sendirian, kamu nggak pengen
dicerewetin, kamu butuh ketenangan, kamu banyak menangis, inget ini dikit
nangis, baca ini dikit nangis?
Ya gitu
aku.
Sampai
ayah tanya ”Harus gimana sih biar kamu bergairah?” saking lesunya kau dua hari
ini.
Aku seperti
kehilangan sayap. Gagal terbang. Jatuh. Sayapku patah. Ada semburat darah
keluar menodai bulu-bulu sayapku. Aku tidak mati, tapi sekarat. Aku sudah tidak
bisa menjalani hidup dengan benar.
Sampai
aku menulis ini, aku masih dalam kegamangan luar biasa. Bukan tidak ada nasehat
yang masuk. Justru teman-temanku sangat suportif. Bahkan ayah diam-diam member quotes yang dia tak tahu bahwa itu
tepat.
Apa yang
aku rasakan saat ini?
Aku masih
tidak percaya bahwa air susuku dibalas air tubanya. Seingatku, dia bukan
laki-laki jahat. Hanya saja ia kesusahan mengungkapkan isi hatinya sehingga
akan membuatmu menebak-nebak apa yang ia rasakan. Tapi dia tidak jahat.
But, people change. By time. Dia berubah luar biasa, meski aku tidak sama
sekali. Masih perempuan bodoh yang banyak mengasup energi positif.
Jadi kalau
dia memang sebegini cueknya, mungkin, dia berubah. Mungkin, aku udah nggak ada
maknanya. Aku siapa? Cuma cewek pertama yang dia pacari. Bukan berarti aku
terbaik atau terakhir.
Jadi kalau
dia memang sebegini cueknya, maka aku telah dibuang.
Aku disuruh
pakai akal sehat, kata mereka.
“kalo
yang satu berjuang tapi yang satu enggak ikut berjuang, ya nggak sehat lah,
Nas.”
“lo
ngapain nangisin orang yang enggak ngerti kalo dia ditangisin?”
“jangan
mau dibayangi masa lalu dan dibuai mimpi indah masa depan. percaya saat ini, yang pasti-pasti aja!”
Akal sehat
sebelah mana yang berjalan normal saat kamu jatuh cinta?
Akal sehat
bagian mana yang berfungsi stabil saat kamu sayang begitu dalam?
Akal sehat.
Akal sehat. Akal sehat. Akal sehat. Akal sehat.
Kayaknya
aku nggak punya akal sehat.
Aku bukannya
membiarkan kesakitan ini merajam, dan kegilaan ini meracun. Aku cari obatnya. Lalu
kutemukan pil-pil yang katanya menyembuhkan, namun pahit sekali. Namanya;
“dia
bahagia tanpa elo tuh, Nas”
“people
change, Nas. Sebaik apapun dia, itu dia yang dulu.”
“dia
sudah membuang elo.”
“ikhlas
Nas, IKHLAS.”
“pakai
akal sehat, Nas. AKAL SEHAT.”
“lo
harus cari orang yang sejalan sama lo, yang bisa menyayangi lo seperti lo
menyayangi dia, dengan cara yang lebih baik, dan bukan di hasya.”
Sebuah keputusan diambil. Aku mundur dari kompetisi. Meng-cancel friend request, hampir-hampir mem-block kamu namun belum. Aku menyerah.
Dan mungkin,
aku memang bakal mati muda.
2. Tiba-tiba
Cory Monteith meninggal. Di saat aku masih gamang luar biasa soal masa depan akal
sehatku itu. Gimana nggak. Aku pengikut paham Glee. Aku seorang Gleek. Ini mendadak
sekali. Cory ditemukan tewas dan belum diketahui penyebabnya. Berita pertama
bilang dia OD. Tapi padahal sebelum ini dia sudah rehabilitasi bahkan dengan
dukungan penuh dari Lea Michele.
Yang membuat
makin miris adalah hingga kini, belum banyak pernyataan resmi keluar dari aku
Twitter pemain Glee yang lain. Lea pun masih belum menulis apa-apa. Ini bikin
sedih, bikin hati teriris.
Cory dan
Lea, dalam kisah Glee adalah Finn dan Rachel. Glee season 3 benar-benar
representasi apa yang aku alami bersama kamu. Tentang cinta yang begitu kuat. Rasa
ingin bersama yang mengental hebat. Diiringi keinginan merajut mimpi bersama, lengkap dengan keegoisan dan rasa perhatian berlebihan-nya Lea yang sama persis denganku.
Lalu
semuanya kandas saat tiba-tiba saja, diujung jalan menuju tangga ke kesuksesan,
Finn menyerah. Sama seperti kamu menyerah. Memilih pergi mendadak meninggalkan
Rachel, membiarkan dia sendirian menyelami New York seperti aku sendirian
membelah Tangerang.
Finn telah
membuat pilihan sendiri untuk ikut ke army
demi menapaktilasi sosok sang ayah. Dia membingkai mimpi sendiri. Seperti kamu
yang mendadak tak hanya menjadwalkan Kalimantan, tapi juga Jepang dan Perancis.
Lalu aku hanya menjadi penonton dari mimpimu. Ingin sekali ikut bersama,
menemanimu, membantumu sekuatku. Namun kamu menolak bahkan sebelum aku
menawarkan.
Fakta
bahwa kemudian Finn kembali ke pelukan Rachel, lalu mereka kembali melewati
lika-liku hubungan cinta dan akhirnya hendak menikah, membuat aku sedikit
banyak terhibur. Mungkinkah kita juga akan mengalami itu?
Tapi,
sekali lagi, akal sehatku rupanya mandeg. Ini bukan fairy tale. Ini kehidupan nyata yang kuhadapi. Tak ada Finn,
Rachel, skenario, army, New York. Ini
bukan sinema TV. Ini kita.
Ketika
kemudian Cory meninggal mendadak, di titik itu pula aku sadar mendadak bahwa
kamu pun sudah mati. Kita sudah meninggal. Kita sudah tidak satu
genggaman. Harusnya aku sadar sejak dulu. Tapi rupanya butuh 3 tahun untuk
membuat mataku terbuka lebar.
Terakhir, adik kelasku
sempat memprotes karena aku melepasmu pergi. Kata dia, jangan biarkan dia
pergi. Mintalah petunjuk sama Tuhan dulu, baru ambil keputusan.
Dan itu yang akan
kulakukan.
Silakan tertawa. Iya,
aku tahu masalahku tidak sepelik masalahmu. Orang tuaku baik-baik, sekolahku lancar, hidupku harusnya membahagiakan, tapi ini cukup menguras hati, air
mata, pikiran, tenaga.
Itulah kenapa,
kayaknya aku bakal mati muda.
Inass, nggak tau knp hatiku ikut sakit baca tulisan kamu. sebegitu dalemnya kamu sayang sm hasya :')
BalasHapusmungkin ini kata-kata klasik yg udah kamu denger dari ratusan temanmu yg lainnya, "ikhlas lah saat dia tidak lg mau kamu perjuangkan. cintai dia cukup dengan doamu pada Yang Kuasa. suatu hari nanti, jika dia kembali maka dia milikmu, jika tidak maka Tuhan akan memberikan laki-laki super duper baik yang lainnya buatmu. be strong, girl :))"
Makasih rea karena sudah membaca dan berbagi sama aku :) waw makasih juga nasihatnya. ikhlas itu susah ya :))) ini sedang aku usahakan re. disuruh iatikharah juga, tapi aku udah capek. dia-nya gak ada respon sama aku, jadi mungkin memang harus ditinggalkan :))
Hapusmakasih sekali ya rea :))) you too, be strong! :))
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusnyakk, Tuhan kita tidak pernah salah alamat memberikan jodoh terbaik pada masing2 dari kita :)
BalasHapusNduk Dhea, yap you're right! Mungkin ini si laki-lakinya yg salah alamat main ke hatiku dulu. #jeeeeeng hahahahah :p
HapusInasssss.... *peyuk*
BalasHapusdari dulu kamu ga pernah berkurang dalam menyayangi (dan mencintai) laki-laki -yang aku tak ingin menyebutnya- itu.
it's so deep and i'm going cry cz your story. I ever felt like that.
i believe, you can cz YOU CAN.!
hei, remember? aku pernah cerita tentang seseorang yang kita sebut 'Dubai'? bagaimana ia memberikan PHP dan memupuk harapan setiap hari, setiap kesempatan yang kita punya seolah-olah kita bagai sepasang kekasih? ingatkah?
dan semua itu berujung dengan sia-sia... hahaahaa
after all, now i found my sun and i will keep it :)
eniwei, model tulisanmu bagus dan bisa aku katakan 'berkembang' ga seperti aku yang kadang-kadang -atau sering- murtad tentang mimpiku. (Kau boleh ketawa dengan keras. huft) dan aku benci dengan kenyataan itu. Sepertinya harus mengadakan pertemuan lagi untuk kembali ke jalan yang benar :D
Mbak Tyas, terima kasih sekali utk komentar, saran, dan tanggapannya. Umm, iya sepertinya memang harus diikhlaskan! hihihi. Mungkin dia bukan matahariku kali ya Mbak, and I will find another sun just like you found that new sun :)) Amin Mbak, semoga aku bisa menghadapi kenyataan, yaaaa! :))
HapusGw nggak tau apa-apa soal masalah lo, Nas. Tapi gw cuma mau bilang, "Just accept it." Katanya itu cara yang paling gampang buat kita untuk ngerelain sesuatu.
BalasHapusNas, mungkin lo lelah sama semua nasehat orang-orang. Tapi menurut gw, yang perlu lo lakuin itu hadapi kenyataan :)Terima kalo segala sesuatu itu nggak bisa selalu berjalan seperti yang seharusnya kita inginin.
Nggak semua orang bisa menghadapi sakit hati, tapi bukan berarti itu mustahil. SEMANGAT Inas :)
Jespril, thanks juga utk kata2 lo yang begitu PAS. Hahahahha. Tentang menerima, ttg sesuatu yang nggak bisa selalu berjalan sesuai keinginan, ttg menghadapi sakit hati. Makasih ya, Jes. Semoga gue bisa melakukannya. Amin! :))
HapusNduk Dhea, yap you're right! Mungkin ini si laki-lakinya yg salah alamat main ke hatiku dulu. #jeeeeeng hahahahah :p
BalasHapusMbak Tyas, terima kasih sekali utk komentar, saran, dan tanggapannya. Umm, iya sepertinya memang harus diikhlaskan! hihihi. Mungkin dia bukan matahariku kali ya Mbak, and I will find another sun just like you found that new sun :)) Amin Mbak, semoga aku bisa menghadapi kenyataan, yaaaa! :))
Jespril, thanks juga utk kata2 lo yang begitu PAS. Hahahahha. Tentang menerima, ttg sesuatu yang nggak bisa selalu berjalan sesuai keinginan, ttg menghadapi sakit hati. Makasih ya, Jes. Semoga gue bisa melakukannya. Amin! :))