Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear, Rawi (5)

Halo, Raw. Ada banyak yang ingin Uma sampaikan, sebagai pesan yang bisa kamu baca saat kamu bisa mengakses internet. Tapi waktu menulis semakin sedikit.  Uma masih ngos-ngosan membagi waktu antara menemani kamu bermain, memikirkan dan menyiapkan makananmu, atau singkatnya mengurusmu selama 24 jam. Kemudian masih harus mengurus rumah, mengurus urusan Jidah dan Jid saat kita di Semarang, dan lain-lainnya. Lalu yang tak kalah penting: bekerja. Uma sangat menikmati semuanya, Raw. Tapi ya itu, jadinya waktu untuk menulis seperti ini jadi semakin sedikit.  Saat Uma menulis ini, kita sedang ada di Semarang. Kita menghabiskan, mungkin 2 minggu di sini. Rawi semakin bonding sama Jid. Bahkan kalau ditanya, "Rawi anaknya siapa?", kamu akan menjawab, "Jid." Hahaha, mungkin Rawi segitu senangnya dengan Jid karena Jid suka bermain dengan Rawi, bukan hanya sekadar mengawasi Rawi bermain. Jidah juga sama.  Raw, ada satu hal yang terus mengganjal di pikiran Uma. Ya bukan cuma satu, ...

#BukaBuku Menjadi "Modern" Lewat Berita

"Pengetahuan umum yang rendah yang dimiliki sebagian generasi muda kita di Indonesia patut menjadi pemikiran kita semua. Sebenarnya salah satu jalan terbaik guna meningkatkan pengetahuan umum ini ialah jika surat kabar dijadikan bagian dari mata pelajaran di sekolah-sekolah, dimulai dengan kelas-kelas tertinggi di sekolah dasar, terus ke SMP, SMA, dan universitas.

Program ini punya tujuan-tujuan utama: untuk mempertinggi hasrat murid mengetahui apa yang terjadi di dunia dan apa yang dikatakan orang tentang segala rupa perkembangan dunia serta untuk meninggikan kemahiran murid membaca surat kabar dan menimbulkan pula kesadaran pula di kalangan murid mengenai peranan pers dalam masyarakat yang bebas. 

Di Indonesia, program yang serupa sebenarnya juga dapat dilakukan di sekolah-sekolah tanpa menambah beban Departemen Pendidikan. Sekali atau dua kali seminggu murid-murid dapat diharuskan membawa koran-koran yang dilanggani orangtua mereka ke sekolah dan guru-guru memimpin penelitian dan pembicaraan isi surat kabar. Mungkin Yayasan Pembina Pers Indonesia bersama SPS, PWI, IPMI, dan Departemen Penerangan serta Departemen Pendidikan dapat melakukan kerja sama menyelenggarakan latihan orientasi bagi guru-guru dahulu, untuk kemudian mengadakan beberapa percobaan di beberapa sekolah yang dipilih.

Membuka pikiran anak-anak dan pemuda pada apa yang terjadi di dunia sekeliling mereka, menanamkan pengertian-pengertian berpikir bebas pada mereka, amat sangat pentingnya bagi usaha-usaha kemajuan dan modernisasi rakyat kita."

(Surat Kabar sebagai Mata Pelajaran Sekolah dalam Tajuk-Tajuk Harian Mochtar Lubis di Harian Indonesia Seri 2)

Apa jadinya kalau diterapkan di era sekarang?

Siswa-siswa juga mungkin bingung lantaran berita kita punya aneka framing yang "amazing". Framing ini terkait juga dengan ekonomi politik media, keberpihakan, iklan, ideologi, dan sebagainya. Adanya media online juga bakal jadi wacana baru untuk mempertimbangkan keberadaan mata pelajaran tersebut. Tapi ini relevan untuk sejak dini mengarahkan anak-anak bangsa agar mampu memfilter informasi apa yang layak atau tidak untuk diterima. 

Komentar

Postingan Populer