Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear Rawi (1)

Halo, Nak.  Ini tulisan pertama Uma untukmu. Awalnya Uma berpikir menulis diary yang bisa kamu baca. Bukunya masih ada, di lemari buku di rumah Akung. Tapi waktu membuatnya tak lagi terisi. Waktu Uma habis untuk membersamaimu, bekerja, lalu mengurus rumah, dan sisa sedikit untuk tidur atau memuaskan hasrat Uma sendiri, seperti membaca buku atau menulis. Maka Uma memilih menulisnya di sini, di blog Uma, ruang yang mungkin bisa diakses oleh banyak orang, tapi tulisan-tulisan ini khusus buatmu. Uma pikir, menyimpannya di ruang digital macam ini akan lebih membuatnya abadi . Tidak akan rusak terkena air, rayap, atau tersobek dan sulit dibaca.  Rawi, umurmu sudah dua tahun, tapi Uma masih penuh kekurangan dalam merawatmu. Hari ini saja, kita baru pulang dari dokter. Kabarnya, tinggi badanmu kurang. Padahal sudah begitu limpah-ruah Uma memberikan makanan sehat untukmu, semuanya berprotein, kecuali beberapa kali kau makan biskuit dan cracker.  Rupanya, justru, menurut dr. Fanny,...

#BukaBuku Menjadi "Modern" Lewat Berita

"Pengetahuan umum yang rendah yang dimiliki sebagian generasi muda kita di Indonesia patut menjadi pemikiran kita semua. Sebenarnya salah satu jalan terbaik guna meningkatkan pengetahuan umum ini ialah jika surat kabar dijadikan bagian dari mata pelajaran di sekolah-sekolah, dimulai dengan kelas-kelas tertinggi di sekolah dasar, terus ke SMP, SMA, dan universitas.

Program ini punya tujuan-tujuan utama: untuk mempertinggi hasrat murid mengetahui apa yang terjadi di dunia dan apa yang dikatakan orang tentang segala rupa perkembangan dunia serta untuk meninggikan kemahiran murid membaca surat kabar dan menimbulkan pula kesadaran pula di kalangan murid mengenai peranan pers dalam masyarakat yang bebas. 

Di Indonesia, program yang serupa sebenarnya juga dapat dilakukan di sekolah-sekolah tanpa menambah beban Departemen Pendidikan. Sekali atau dua kali seminggu murid-murid dapat diharuskan membawa koran-koran yang dilanggani orangtua mereka ke sekolah dan guru-guru memimpin penelitian dan pembicaraan isi surat kabar. Mungkin Yayasan Pembina Pers Indonesia bersama SPS, PWI, IPMI, dan Departemen Penerangan serta Departemen Pendidikan dapat melakukan kerja sama menyelenggarakan latihan orientasi bagi guru-guru dahulu, untuk kemudian mengadakan beberapa percobaan di beberapa sekolah yang dipilih.

Membuka pikiran anak-anak dan pemuda pada apa yang terjadi di dunia sekeliling mereka, menanamkan pengertian-pengertian berpikir bebas pada mereka, amat sangat pentingnya bagi usaha-usaha kemajuan dan modernisasi rakyat kita."

(Surat Kabar sebagai Mata Pelajaran Sekolah dalam Tajuk-Tajuk Harian Mochtar Lubis di Harian Indonesia Seri 2)

Apa jadinya kalau diterapkan di era sekarang?

Siswa-siswa juga mungkin bingung lantaran berita kita punya aneka framing yang "amazing". Framing ini terkait juga dengan ekonomi politik media, keberpihakan, iklan, ideologi, dan sebagainya. Adanya media online juga bakal jadi wacana baru untuk mempertimbangkan keberadaan mata pelajaran tersebut. Tapi ini relevan untuk sejak dini mengarahkan anak-anak bangsa agar mampu memfilter informasi apa yang layak atau tidak untuk diterima. 

Komentar

Postingan Populer