Langsung ke konten utama

Unggulan

[REVIEW BUKU] Ada Apa dengan Introver: Siapa, Mengapa, dan Bagaimana

Mungkin memang enggak ada yang namanya kebetulan, melainkan takdir.  Takdir untuk buku ini adalah, saya dapat masukan dari Mbak Lintor untuk menyusun buku tentang move on , kala itu kata move on sedang beken-bekennya, sekitar tahun 2014-2015? Iya sekitar segitu. Blio juga mengusulkan seorang psikolog bernama Pingkan Rumondor, yang dalam waktu dekat bakal mengisi seminar di Universitas Indonesia, untuk menulis buku soal move on  itu.  Proyek itu disambut hangat oleh mbak Pingkan. Dalam proses menulis dan mengedit naskah blio, saya pun mengunjungi tempat blio mengajar di Binus untuk ngobrol , hingga akhirnya dalam sebuah kunjungan, saya bertemu mbak Rani Agias Fitri . Di sana, lahirlah obrolan mengenai rencana penulisan buku blio mengenai introver, sebuah bidang yang menjadi kajian mbak Rani. Kebetulan saat itu, blio dan rekannya, Regi, tengah menyelesaikan proyek tugas akhir mengenai introver pula.  Pucuk dicinta ulam pun tiba, gitu kali ya peribahasanya. Saya pun usu...

sepertinya, saya tak pernah menulis sedalam ini.


kemarin, saya banyak menangis.

ada saja. kecil, tapi... :(

a) tiba-tiba seseorang yang saya perhatikan, jadi berubah drastis. saya menyesalkannya, tapi tidak mau lagi menghiraukannya. tidak juga saya tanya kenapa dia berubah. bagi saya, kami harusnya cukup dewasa untuk memperlakukan satu sama lain. dan sikapnya kemarin, diluar kewajaran, dan diluar kuasa saya menanggungnya.

yang saya lakukan agak berlebihan. kamu akan bilang begitu. tapi, bukan berlebihan kalau bukan Inas :)

eh nggak. maksud saya, saya sudah tidak akrab dengan main umpet-umpetan atau rahasia-rahasiaan kayak gini. saya ada salah? ngomong saja. kamu ada salah juga saya ngomong, kan? kenapa harus JLEK berubah, dari yang kemarin kamu datang dan kamu merangkul saya, menghibur saya, lalu JLEK mendadak, kamu menjauh, kamu tidak menyentuh.

oke, saya tak butuh sentuhannya.

tapi yang saya butuhkan, penjelasan kamu atas semuanya.

ah, sudah lewat.
yang saya butuhkan sekarang? refreshing. tertawa.

susah, ya.


b) saya teringat orang tua saya. belakangan, pembicaraan tentang orang tua tak pernah bisa ditepis dari atap rumah tante, tempat saya numpang. yang dibicarakan cenderung itu-itu saja, tapi memang penting. tapi saya tidak sampai hati membicarakannya terus-terusan.

bukannya saya tak peduli pada mereka, bahkan jika harus menukar nyawa pun, saya rela. seperti yang selalu saya bilang ke Allah,

tapi, terkait ayah dan mama, saya tak mau bicara tentang hari kemarin. tentang kondisi yang kurang baik. itu hanya akan membuat saya super lemah. jadi, saya pilih mengeraskan hati, melupakannya, dan berpikir apa yang harus dan bisa saya lakukan untuk keduanya.
ayah sakit. mama sudah menua, meski jarang sekali sakit.

itu yang membebani saya saat ini, kalau kamu mau tahu. tidak bisa tidak menangis saat tangan saya menengadah untuk mereka. saya ingin mengabdi pada mereka. kesadaran mengabdi ini baru datang 3 tahun terakhir saat saya dijauhkan dari mereka karena harus kuliah di luar semarang.

sebelum 3 tahun itu, saya sama seperti kalian. pengomel, pembangkang, merespon negatif semua ucapan "tidak" orang tua. itu menyedihkan. kalau kata orang barat, pathetic.

semua yang saya dapat, dalam 3 tahun ini, entah pengalaman aktif di organisasi bergengsi di kampus, aktif di pers kampus, atau bisa ke bengkulu gratis mewakili pers kampus menerima penghargaan, sesungguhnya semua adalah pelajaran sekaligus penyesalan.

andai saya tak meninggalkan ayah mama, andai saya sejak 3 tahun lalu ada di sisi mereka, andai saya tidak nekat jauh ke kota orang, andai... andai saya seperti anak-anak perempuan lain di dekat rumah saya. anak normal. lulus SMA, kuliah seadanya, menikah. punya anak. mengurus rumah. andai.

sayang saya tak se-istiqomah itu. sayang saya banyak bermimpi. cita, dan cinta. sayang.

c) kali ini, soal perkara yang harus dibiasakan. tentang atmosfer tak mendukung. semangat yang memburuk. adaptasi yang saya pikir akan mudah. otak macet. kreativitas tumpul. mati gaya. mendadak, saya ingin mundur, melepaskan semuanya.
tapi apa itu namanya?
pecundang!

maka saya telan semua nyinyiran. saya pungut pula godaan dan pujian. saya harus menyukai semua ini, hingga menunggu tuan waktu nanti mencolek saya dan bilang, "ayo nas, waktumu habis, jemput mimpi-mimpimu yang lain."

*

setelah kemarin sesenggukan, sok kuat tapi kalau kendali lepas macam diperkosa air mata,

hari ini, saya tersenyum sedari pagi.

ada saja. kecil, tapi.... :)


a) tukang ojek pagi ini laris manis! senang melihat wajah-wajah yang menunggu kami di depan angkot 461. biasanya, ibu-ibu yang notabene pekerja ini ogah ngojek. mereka pilih menunggu bus meski lama.

tapi pagi ini, begitu angkot kami berhenti di depan uki, ibu-ibu turun dan memberondong ojek. wajah bapak-bapak itu cemas, mereka tanyakan dulu tujuan ibu-ibu itu, lalu tak lama senyum sumringah terlukis. ah, ini sungguh menyenangkan.

melihat bapak-bapak itu, yang adalah bapak dari anak, suami dari seorang istri, harus menafkahi keluarganya plus membayar setoran ojek, tersenyum senang dapat tumpangan, hati saya mencelos. bahagia.

b) agak mengesalkan awalnya, tapi setidaknya saya senang sudah bertindak benar. yap! jika kamu sedang sedih, cobalah keluar dari jeratan itu dan bertindaklah benar, apa saja, asal benar. niscaya oktaf sedihmu menurun. setidaknya, saya merasakan itu.

bus p55 tujuan slipi. saya duduk di pinggir, seperti biasa. mulai saya pasang headset dan nyalakan lagu. penumpang berdesakan masuk. ah, rupanya kami sebentar lagi masuk tol. pantas kalau mendadak ramai begini.

berdiri di samping saya, dua perempuan, tampak lebih tua, tapi saya perhatikan tamat-tamat rautnya, kakinya, barang bawaannya. yang satu bersolek cantik, menenteng tas bermerek. asik dengan gadget. satunya, menenteng tas kain merah, tinggi, tampak sehat. maka saya putuskan mereka masih kuat berdiri. tak saya beri mereka tempat saya.

sampai... naiklah ibu itu. berjalan mendekat ke si ibu yang membawa tas kain merah yang berdiri di samping saya. saya perhatikan barang bawaannya, hanya tas satu. wajahnya masih muda belia.

lalu... perutnya. saya perhatikan lagi. setelah yakin itu bukan "gendut" melainkan "hamil", maka saya tunggu. sekian detik saja, untuk memastikan perempuan-perempuan lain di sekitar ibu itu melihatnya atau tidak. memberinya tempat duduk atau tidak.

lalu... tidak.

saya tepuk ringan tangan si ibu hamil. saya beri isyarat untuk duduk di tempat saya. lalu, saya berdiri.
"terima kasih, mbak. terima kasih."
ia duduk di bangku saya.

"terima kasih ya, mbak. terima kasih."
tak kurang, empat kali ia berterima kasih.

saya berbisik lirih. suamiku sayang, kalau nanti aku hamil, apalagi sudah sebesar ini, tolong jangan bolehkan aku naik angkutan umum.

((((( ngomong sama siapa nas? )))))

((((( sama bayangan ))))


b) masih di p55. gara-gara berdiri, saya jadi tahu, di pojokan sana, tepat di belakang supir bus, berdiri seorang lelaki. muda.

nggak, saya nggak naksir dia. nggak semudah itu lah saya naksir orang. ((pft))

lelaki itu... menggendong balita, dengan selendang batik.

apa yang menyenangkan dari sekedar lelaki menggendong balita?

menyenangkan karena... saya melihat keduanya bahagia. keduanya asyik bertatapan, tersenyum, lalu, sang lelaki mulai mendendangkan lagu. si balita mengikuti bapaknya (lelaki itu nampak seperti bapaknya, anyway), sembari tersenyum lebar. tangannya terangkat, bertepuk di udara.

bagi saya, itu keindahan. padahal si balita bisa saja menangis kepanasan. merengek minta tetek ibunya, yang ternyata sang ibu tak ada di situ. tapi, mereka memilih bernyanyi, tertawa. bertepuk tangan. melupakan penat panas.

iya, kamu tidak bisa merasakan keindahannya, kan? menangis lah dulu dua malam suntuk. baru, deh. hal kecil seperti ini akan sangat menyenangkan. ((pft))


c) mau tau hal menyenangkan berikutnya? saat kamu merasakan sesuatu yang kamu pikir hanya kamu yang merasakannya, tapi ternyata ada orang lain, di dekatmu, yang kau sangka tak merasakannya, tapi ternyata justru merasakan yang sama. persis. lalu dia mendatangimu, menceritakannya padamu, lalu, kamu merasa...

GUE NGGAK SENDIRIAN. OH, TUHAN. MAKASIH.
itu rasa hari ini. tidak akan kuceritakan dengan jelas, tapi bayangkan saja. ini enak. saat kamu merasakan sesuatu yang kamu pikir hanya kamu yang merasakannya, tapi ternyata ada orang lain, di dekatmu, yang kau sangka tak merasakannya, tapi ternyata justru merasakan yang sama. persis. lalu dia mendatangimu, menceritakannya padamu.
rasanya, kamu nggak sendirian.

(((( terus aja nas lo ulangin ))))

*

semuanya kecil. a) b) dan c) sedih maupun senang saya di atas itu, mungkin bernilai kecil bagimu.
tapi, entah. saya selalu suka sentilan sekecil ini.

sentilan yang gimana sih, nas?

yang gini, lho: kamu merasa sedih. sendirian. semua kacau. nggak ada keindahan di dunia ini. nggak ada jalan keluar. kamu harus melarikan diri.

tapi ternyata, sebelum kamu berbalik, kamu mengalami hal-hal luar biasa itu. yang menampar kamu sejuta kali bolak-balik pipi kanan kiri, bahwa sebenarnya, ada banyak hal lain yang masih bisa kamu syukuri sampai mati.

*
sentilan-sentilan kecil ini yang membuat saya hidup, senang, dan yakin, Tuhan ada. Allah ada. Allah mendengar, melihat, tahu, tapi menunggu.

saya selalu menyukai sentilan-sentilan-Nya. bagi saya, ini luar biasa.

tak ada yang lebih menyenangkan selain, diingatkan Allah.

Komentar

Postingan Populer