Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear, Rawi (5)

Halo, Raw. Ada banyak yang ingin Uma sampaikan, sebagai pesan yang bisa kamu baca saat kamu bisa mengakses internet. Tapi waktu menulis semakin sedikit.  Uma masih ngos-ngosan membagi waktu antara menemani kamu bermain, memikirkan dan menyiapkan makananmu, atau singkatnya mengurusmu selama 24 jam. Kemudian masih harus mengurus rumah, mengurus urusan Jidah dan Jid saat kita di Semarang, dan lain-lainnya. Lalu yang tak kalah penting: bekerja. Uma sangat menikmati semuanya, Raw. Tapi ya itu, jadinya waktu untuk menulis seperti ini jadi semakin sedikit.  Saat Uma menulis ini, kita sedang ada di Semarang. Kita menghabiskan, mungkin 2 minggu di sini. Rawi semakin bonding sama Jid. Bahkan kalau ditanya, "Rawi anaknya siapa?", kamu akan menjawab, "Jid." Hahaha, mungkin Rawi segitu senangnya dengan Jid karena Jid suka bermain dengan Rawi, bukan hanya sekadar mengawasi Rawi bermain. Jidah juga sama.  Raw, ada satu hal yang terus mengganjal di pikiran Uma. Ya bukan cuma satu, ...

"INI RUMAH ORANG ARAB, KAN? INI RUMAH ORANG ARAB, KAN?"

awalnya damai.

saya sedang menjaga toko dengan adik saya dan dua pegawai. tak lama, sebuah pawai lewat. orang-orang kaya. mobil mereka antik, mahal. di satu mobil yang ada di barisan depan, duduk 4 orang, 3 perempuan 1 laki-laki. lalu ada satu orang, macam dirijen, yang mengatur pawai itu, membawai senapan panjang, berdiri di depan semua mobil dan motor.

pawai itu berhenti di depan toko kami. mobil tadi, berhenti tepat di depan toko kami. sementara, pria bersenapan panjang itu agak jauh di depan mobil. mereka bernyanyi. meriah sekali. orang-orang turun ke jalan. kebanyakan Jawa. ibu-ibu tak ada kerjaan yang mudah tertarik untuk melihat lebih dekat pawai macam ini.

saat mereka bernyanyi, saya keluar dari toko, menyuruh adik saya membeli obat di apotek. lalu, saya masuk kembali. baru saja masuk, dalam hitungan 5 detik, terdengar suara tembakan. saya melihat ke depan toko. pria bersenapan sudah melepas tembakan, tepat mengenai seorang pria muda yang berdiri di dekatnya. pria muda itu, tewas.

sontak suara teriakan dimana-mana. ibu-ibu tadi bubar. anak-anak berlarian. saya kalut tak karuan meneriakkan nama adik saya. FARA! FARA! ALLAHUAKBAR!!!

pegawai saya kaku berdiri. apalagi saat pria bersenapan naik ke toko dan bertanya membentak, "INI RUMAH ORANG ARAB, KAN? INI RUMAH ORANG ARAB, KAN?"

Allahuakbar, astaghfirullah. mereka mengincar kami! mereka mengincar kami! tapi kenapa? kenapa kami? bukankah pria muda yang dia bunuh tadi orang Jawa? kenapa lalu mencari kami, orang-orang Arab? kenapa kami?

dua pegawai saya diam tak bergerak. saya tak bisa menebak lagi apa yang mereka lakukan, karena saya langsung keluar lewat pintu samping toko menuju garasi, dengan cepat saya buka kuncinya, langsunglah saya berlari keluar. mata saya tutup rapat-rapat. saya takut. sementara suara senapan terus berdesing.

saat berlari, saya baru ingat. bagaimana dengan mama? bagaimana dengan ayah? apa mereka ada di dalam rumah? apa mereka belum bersembunyi setelah mendengar tembakan? apakah mereka malah diam dan bersiap melawan? bagaimana kalau mereka kalah? bagaimana kalau mereka... mati? allahuakbar! allahuakbar! mereka tidak boleh mati! bajingaaan! bajingan!!!!!!! harusnya tadi saya memastikan mereka dulu! harusnya saya pastikan mereka selamat sebelum saya keluar rumah! bangsat!

dan, setelah letih berlari, setelah jantung berdegup terlalu kencang, keringat bercucuran, saya membuka mata. saya tergeletak. telentang, di kasur. keringatan. lalu saya membelalakkan mata, menangis. meminta Tuhan mengampuni saya, kedua orang tua saya, dan semua tindakan rasisme yang pernah ada.

Komentar

Postingan Populer