Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear, Rawi (4)

Dear, anakku sayang. Hari ini nggak mau bilang apa-apa, selain terima kasih dan maaf. Terima kasih karena sudah tumbuh jadi anak yang lucu, sehat, dan cerdas. Kamu bukan anak penurut, tapi tak kan habis akal Uma dan Baba agar kamu memahami kenapa kamu harus nurut sama kami, LOL. Semoga kerja sama kita berlangsung dengan baik hingga kemudian hari, hahaha. Terima kasih karena Rawi mau memakan apa yang Uma beri, meski mungkin membosankan atau kurang enak. Wi, banyak orang menilai Uma terlalu selektif dengan makananmu. Bahwa Uma melarangmu makan manis, minum manis, termasuk susu, terutama susu. Bahkan Jiddah-mu sendiri kewalahan memahami bahwa kamu alergi susu, dan dia terus meminta Uma memberimu susu. Padahal Uma tak akan lupa rasa stresnya saat kamu minum susu dan tidak makan, lalu di tengah waktu bermain kamu kelaparan. Hadeh. Untuk itu, Uma minta maaf. Tidak ada niat melarang berlebihan. Yang Uma lakukan semata-mata buat kebaikan Rawi, tidak mungkin tidak. Makanan manis hanya akan memb...

tuan waktu dan nona prasangka, ayat 1

selamat malam, tuan waktu dan nona prasangka.

untuk pertama kalinya kusambut kau dan kau dengan megah di bahtera milikku sendiri. terima kasih, sudah membiarkan manusia satu itu membawa kalian dalam kisahku, hariku, senduku, girangku.

aku sudah melupakan kalian mungkin, umm, sejak tiga tahun lalu. saat bayu menyapu lagu satu itu. aku berhasil berpindah. tidak sekali, malah. kunikmati hidup tanpa dirimu, tuan waktu. tidak kupedulikan, sehari dua hari momen itu merenggut rasa. memang, aku sempat "kebergantungan" sekian lama. aku menganggap dirimu berkhianat. menunggumu untuk kisah yang lebih indah dan rasa yang lebih lezat? gosh. kau mempermainkanku?

apalagi kau, nona prasangka. kau begitu melumatku hingga habis. kau bumbuhi semua rasa dengan prediksi dan asumsi yang... ah, bahkan aku malu mengenangnya kembali. betapa kucritnya aku mempercayai leluconmu? kau mungkin tengah tertawat-tawa saat aku menelan semua prasangka. tapi kemudian, kutepis kau. kau masih memelukku. kuhabisi kau. kau masih bertahan di ujung kuku. kubunuh kau. hingga akhirnya kau benar-benar tak berbekas.

lalu, kuteruskan hari seperti apa adanya aku. yang jatuh, yang bangun. memuji, menjauhi. kalian mungkin mengintipku sekali dua kali. kalian lalu tak bisa pergi. kalian masih menyentilku, mencoba mencubitku, menarikku. bukan lagi lewat rasa merah jambu, tapi hal-hal lain yang lebih kompleks. aku menghormati caramu. dengan tidak mengusik rasa merah jambu, aku merasa lebih baik dibanding aku yang dulu. kuakui, kalian memberi arti.

tapi kemudian, baru sebentar ini. kalian kembali datang. mendekatiku dengan berbagai jurus. aku masih acuh. sampai akhirnya... hei, hidupku tanpa kalian sebenarnya akan sangat.... datar! aku kembali kau ombang-ambingkan dalam rasa merah jambu. tapi maaf, aku sudah lebih... yeah, konyol-less mungkin? mengingat bahwa dalam suka-menyukai kau tak mungkin bebas dari "bertingkah konyol", kan. setidaknya, aku sudah tidak lagi mengumbar elegi itu sembarangan. senyata apapun itu sekarang, bahkan nanti, aku tidak mau lagi memperlakukan diri bagai orang bodoh. uh!

ospek yang kalian lakukan padaku untuk 3 tahun terakhir, sambil mengintip diam-diam itu, agaknya berhasil. aku lebih bisa mendamaikan diri dengan kalian. bukannya memusuhi, seperti ketika aku bersama lagu yang disapu bayu itu dulu.

jadi, kini aku menerima kalian di bahteraku. bawalah aku ke lagu-lagu baru itu, yang berbeda dengan the last one yang disapu bayu itu. bawa aku ke lagu-lagu yang rasa merah jambunya akan lebih lezat itu.

kalian temanku, oke, boleh lah. kini aku akan menerima perlakuan kalian.

karena bagiku, bagaimanapun perlakuan kalian, mencubit, mencolek, merangkul, memeluk, menarik, mendekap, menampar, hingga mencambukku, aku menyukainya.

aku menyukainya.


Komentar

Postingan Populer