Langsung ke konten utama

Unggulan

Dear, Rawi (5)

Halo, Raw. Ada banyak yang ingin Uma sampaikan, sebagai pesan yang bisa kamu baca saat kamu bisa mengakses internet. Tapi waktu menulis semakin sedikit.  Uma masih ngos-ngosan membagi waktu antara menemani kamu bermain, memikirkan dan menyiapkan makananmu, atau singkatnya mengurusmu selama 24 jam. Kemudian masih harus mengurus rumah, mengurus urusan Jidah dan Jid saat kita di Semarang, dan lain-lainnya. Lalu yang tak kalah penting: bekerja. Uma sangat menikmati semuanya, Raw. Tapi ya itu, jadinya waktu untuk menulis seperti ini jadi semakin sedikit.  Saat Uma menulis ini, kita sedang ada di Semarang. Kita menghabiskan, mungkin 2 minggu di sini. Rawi semakin bonding sama Jid. Bahkan kalau ditanya, "Rawi anaknya siapa?", kamu akan menjawab, "Jid." Hahaha, mungkin Rawi segitu senangnya dengan Jid karena Jid suka bermain dengan Rawi, bukan hanya sekadar mengawasi Rawi bermain. Jidah juga sama.  Raw, ada satu hal yang terus mengganjal di pikiran Uma. Ya bukan cuma satu, ...

tuan waktu dan nona prasangka, ayat 2

malam, tuan waktu yang bijak, dan nona prasangka yang seenaknya.

ups, maaf.

tapi jujur, hari ini kalian benar-benar kembali menampilkan diri. tegas menggoresi kanvas kosong di semua sisi hati.

nona prasangka, kau masih menggunakan cara-cara lama. membuatku menautkan banyak kejadian menjadi satu rangkaian cerita. cerita baru versiku. menganggap "pertanda itu nyata" dan "tak ada yang namanya kebetulan". lalu aku mengkhayal sesuka hati. hanya berkat satu dua omong kosong buatanmu. 

pagi ini, cara lamamu kembali menari. puas menguasai hatiku yang memang rentan, kau lalu menyesak masuk ke sel-sel otak. tapi kemudian aku menghempas semuanya. aku menolak logikamu, dan kucoba pakai logika manusiaku.

bahwa kebetulan saja tuan waktu menempatkanku di tempat yang sekarang.
bahwa kebetulan saja hari ini lagu-lagu baru menatapku lebih lama dan dalam.
bahwa kebetulan saja lagu-lagu baru menguat hari ini. menguntai senyum, merangkai bahasa. gagu, tapi ada. terbata, tapi mencoba.
bahwa kebetulan saja salah satu dari lagu itu mendadak mendekat, padahal sebelumnya hanya menyapa seadanya.

bahwa kebetulan saja lagu yang dua minggu lalu jadi favoritku kasetnya menggulung. rusak. tak bisa kudengar. ia sepertinya sedang memilih telinga lain untuk dihinggapi nada. bukan telingaku. dan, sudah, tidak apa-apa.

ya, nona prasangka. kau melumatku habis di situ.

sudah sejak pagi tadi, lagu dua minggu ini tak meresponku. tapi, ia sempat muncul satu dua kali di lini masa. 

baru malam ini, ia menyapa langsung. tapi, membawa telinga yang lain, dan bukan punyaku.

memang hanya di gambar. rekanannya pun bilang dia telinga biasa, bukan istimewa. mungkin keisengan semata yang menangkap mereka dalam gambar. tapi mengapa musti kau tunjukkan? mengapa musti kau bawa ke depanku? ah, mungkin kau belum tau aku sudah trauma?

ya, dan kamu membuatku makin trauma, hei lagu dua minggu. :)

otakku macet. nona prasangka menguasainya. 

kali ini dia HEBAT. dibuatnya aku menarik semua asumsi dan semua kebetulan sejak pagi.

jadi, benarkah mungkin memang bukan lagu dua minggu ini yang akan langgeng bersamaku?

bukan lagu dua minggu ini yang akan menemaniku hingga reffrain terakhir, sebelum pemutar musik berhenti?

jangan-jangan justru salah satu dari lagu-lagu baru itulah yang nantinya menemaniku hingga reffrain, bahkan ketika telingaku mendesak kembali ke intro?

baru saja, malam ini, aku mengacuhkan sang lagu dua minggu. seperti ku bilang, otakku macet. dan aku tidak ingin mengusir nona prasangka. kali ini, dia benar. kali ini, aku salah. kali ini, aku yang terlalu banyak berharap. aku terlalu menerima. aku yang salah.

otakku macet. air mataku yang deras. 

nona prasangka berhasil.

aku dihantuinya.

dan maaf, aku tidak menolak.

karena aku salah. dia benar.

Komentar

Postingan Populer