Gue tidak mau pacaran.
Bohong
memang kalau gue bisa menahan diri untuk tidak menyukai lawan jenis. Jelas bohong
kalau gue bisa melewatinya gitu aja tanpa ada keinginan untuk memperjuangkan
dia, biar dia ada di samping gue, ngejalanin semuanya bareng gue.
Gue tidak semunafik itu. Tapi, gue, tidak mau pacaran. Seingin
apapun gue dengan lelaki itu, gue tidak ingin pacaran.
Mari tepikan dalil agama. Gue nggak mau sok suci di sini.
Tapi… kenapa gue nggak mau pacaran?
Karena, gue sudah merasakannya, pacaran paling indah yang
pernah gue rasakan. And it’s sad. Pada
akhirnya, gue hanya tidak mau terikat dalam hubungan yang nggak menjamin
apapun. Bahkan, pernikahan, ikatan yang lebih legal, dicatat oleh negara dan agama, tidak menjadikannya kebal dari perceraian.
Lalu… buat apa gue pacaran? Gue ragu, jujur aja. Pada akhirnya gue pikir, kalau
memang ada cowok yang merasa cocok sama gue, kemudian ingin bersama gue, bahkan
menginginkan hubungan yang serius dan baik-baik, let’s not make a relationship. Kalau memang lo menaruh hati dan
harapan ke gue, maka mari jalani ini dengan komitmen. Lo berkomitmen sama gue,
dan gue pun demikian. Komitmen untuk apa? Untuk saling menjadi yang lebih baik
bagi masing-masing. Gue akan bilang ke lo bahwa gue ingin lelaki yang baik,
yang begini, begitu, and you’ll do it for
me to. Contoh super teknisnya, lo pengen punya pasangan yang bisa masak. Ya
gue akan belajar masak. Gue pengen punya pasangan yang rajin dan tanggung
jawab. Ya mulai saat itu lo berlatih untuk rajin dan bertanggung jawab. Simpel aja.
Lalu kita sama-sama nabung. Sama-sama bersiap buat sebuah hubungan yang serius,
seperti yang lo minta.
Dalam pandangan gue, itu baru hubungan yang “serius”. Gue sudah lelah dengan terkurasnya waktu, perasaan, tenaga, dan, even, money. ((( ceritanya udah kerja, jadi mikirnya uang banget )))
It will be much easy.
Pacaran gue yang super indah itu cuma 8 bulan. Tapi
saking “indah”nya, gue baru bisa move on setelah
tiga tahun putus. Gue memang berpacaran lagi dengan yang lain setelah itu, tapi
kemudian gue sadar,
"... apa sih yang gue
cari? Seseorang yang emang mau serius sama gue? Kalau begitu… kayaknya gue
nggak akan dapet lewat pacaran. Laki-laki yang serius nggak memperlakukan gue
seperti ini. Enggak haha hihi lalu ninggalin gue. Dia akan bersama gue dengan
kesungguhan hati. Dan kesungguhan hati itu apa, sih? Lewat pacaran? Gue rasa,
nggak harus. Karena kesungguhan itu dirasa, dilakukan, bukan di lidah aja."
Kemudian setelah gue putus sama cowok kedua ini, gue nggak
lagi pacaran, sampai sekarang.
Bertahun kemudian, gue dekat dengan seorang lelaki. Bagi gue,
dia itu kayak gue versi cowok. Lucu, dengan selera musik dan sastra yang sama,
sama-sama suka ngemilin timun, suka bollywood. Sama banget, udah kayak ketemu
jodoh, lah! Lalu, kami jalan bareng. Lalu, gue, dengan super inisatif berpikir,
dengan usia lelaki ini yang cukup matang, gue yakin dia mencari keseriusan di
sini. Bukan cuma pacar-pacaran.
Tapi pada akhirnya, logika tiap orang jalan dengan mesin
yang berbeda. Gue pada akhirnya bilang bahwa gue nggak mau pacaran, dan
nggak bisa pacaran. Lalu dia tidak ada lagi. Dia mundur. Dia hilang.
Ada rasa yang berbeda, saat gue berpisah sama “pacaran
terindah” gue, dengan gue berpisah sama lelaki super mirip ini. Rasanya lebih enteng.
Karena, nggak ada ikatan. Ketika gue pascaputus sama si “pacaran terindah”, itu
nyeselnya ampun. Nyesel karena…. kenapa
gue buang waktu, tenaga, perasaan, hanya untuk sebuah hubungan yang nggak pasti
arahnya kemana? Lalu gue jadi diombang-ambing perasaan nggak jelas kayak gini.
Sejak itulah, gue dan “ikatan” tidak lagi jadi teman baik. Gue
tidak bisa terikat dalam titel hubungan yang nggak jelas. Tapi gue sangat mau berkomitmen. Untuk seseorang. Yang juga
akan berkomitmen, untuk gue.
Gue, bisa dibilang, kapok berpacaran.
Cermin ini untuk gue sendiri. Gue tidak akan memaksa lo
memakainya juga. Gue akan menghormati jika lo bukan termasuk pengguna logika
gue ini. Karena setelah membaca ini, mungkin lo akan berpikir,
Ya jaminannya apa dong, Nas? Lo butuh
jaminan. Janji. Ikatan! Nggak mungkin lo saling mengenal dan dekat tanpa
ikatan! Mana ada cowok yang mau kayak gitu?
Ah… iya apa?
Naif banget lu, Nas!
Hahaha, terima kasih!
Gue punya banyak teman yang berpacaran. Hampir semua sahabat
dalam lingkaran gue sendiri itu berpacaran. Dan apakah gue memusuhi tindakan
mereka? Nggak, tuh. Sama sekali enggak. Gue justru extremely happy for them!
Contoh paling deket banget sama gue, yaitu Acit dan Jommy. Acit
sahabat gue dari pertama masuk kuliah, sampai sekarang dan seterusnya, amin. Dia
pacaran sama Jommy dan gue mengenal baik Jommy. Bahkan, kami bertiga sering
nongkrong bareng. Naik turun hubungan mereka gue udah tahu banget.
Dan apakah gue yang tidak ingin berpacaran lantas membenci
mereka? Enggak, lah. Gue malah seneng dan kagum melihat ada dua orang yang saling
mempertahankan diri seperti itu. Sayangnya, gue nggak mengalami hubungan
semacam itu. Yang gue alami justru pelajaran yang menyedihkan.
Lalu Mami Olan dan Papi Irfan. Keduanya bahkan udah gue
kasih panggilan mami dan papi. Mereka tetep bersama meskipun Irfan lebih sering
jauh daripada dekat. Long distance
relationship, dan bagaimana mereka bertahan hingga sekarang, itu adalah
sesuatu yang gue kagumi.
Atau Cindy dan Sammy. Itu dua orang, udah mirip banget,
kayak jodoh, serasi banget, sejauh ini ngeliat mereka foto berdua aja gue happy bukan main. Rasanya seneng banget
Cindy dapetin Sammy. Apa tadi gue bilang? Extremely
happy!
Tapi ya udah, gitu aja.
Gue nggak bisa ikut-ikutan pacaran.
Gue sudah menyerah, dan berpikir bahwa, gue nggak mau
main-main. Gue mau menjalaninya, untuk seseorang, yang istimewa, yang juga
mengistimewakan gue.
Gue yakin, suatu saat, ada, dan datang. Lewat jalan mana pun.
Thanks for reading
this things.
Wish you a great day!
aku nggaktau mbak komen ini bakalan kebaca atau enggak sama kamu. yang jelas, aku ngerasain hal yang sama mbak denganmu. bedanya, aku ditinggal nikah. bukan hanya sekadar ooutus :") dan move on? sulit sekali rasanya. mungkin alasan untuk tidak mau pacaran adalah karena traumatik. aku dan dia bukan seorang yang terlibat "pacaran".
BalasHapushai adik sayaaaang :) kebaca kok pasti hehehe. iya, lebih jleb kamu ya nduk, i feely sorry for you too :") semangat sayang! nggak semua harus dilalui dengan pacaran juga kok :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusHaii inass, terima kasih untuk selalu menginspirasi :)
BalasHapusSehat selalu inass
Amin ��
Waaah, terima kasih. Amiiin, semoga Tiara juga sehat selalu. Anyway, Tiara siapakah ini?
Hapus