Langsung ke konten utama

Unggulan

[REVIEW BUKU] Ada Apa dengan Introver: Siapa, Mengapa, dan Bagaimana

Mungkin memang enggak ada yang namanya kebetulan, melainkan takdir.  Takdir untuk buku ini adalah, saya dapat masukan dari Mbak Lintor untuk menyusun buku tentang move on , kala itu kata move on sedang beken-bekennya, sekitar tahun 2014-2015? Iya sekitar segitu. Blio juga mengusulkan seorang psikolog bernama Pingkan Rumondor, yang dalam waktu dekat bakal mengisi seminar di Universitas Indonesia, untuk menulis buku soal move on  itu.  Proyek itu disambut hangat oleh mbak Pingkan. Dalam proses menulis dan mengedit naskah blio, saya pun mengunjungi tempat blio mengajar di Binus untuk ngobrol , hingga akhirnya dalam sebuah kunjungan, saya bertemu mbak Rani Agias Fitri . Di sana, lahirlah obrolan mengenai rencana penulisan buku blio mengenai introver, sebuah bidang yang menjadi kajian mbak Rani. Kebetulan saat itu, blio dan rekannya, Regi, tengah menyelesaikan proyek tugas akhir mengenai introver pula.  Pucuk dicinta ulam pun tiba, gitu kali ya peribahasanya. Saya pun usu...

Iqra' dan Nuzulul Qur'an

weheartit



Tanpa cahaya, waktu kita lebih banyak habis untuk bengong. Mati gaya. Jikapun bergerak bakal banyak salahnya. Kenapa? Karena kita bisa melihat, tapi tidak ada penolong, tidak ada cahaya.

Tanpa cahaya, kita bisa salah pegang. Mau pegang tangan istri malah pegang tangan istri orang. Waduh, kan bahaya itu. Mau jalan ke sana ke mari, kaki bisa tersandung karena kita tidak bisa melihat dengan benar.

Barangkali begitu juga pada Al-Qur’an. Al-Qur’an turun sebagai penerang atau cahaya. Ia membantu kita melihat dengan benar, bertindak dengan benar, sehingga yang terpegang ya tangan istri kita sendiri. Sehingga kita bisa berjalan tanpa tersandung sana-sini.

Bayangkan, sebelum Al-Qur’an datang, sebelum cahaya datang ke masyarakat. Dulu, perempuan tidak dianggap berharga. Dipandang tidak ada gunanya. Sehingga, perempuan itu kalau tidak dikubur hidup-hidup ya dijadikan taruhan judi. Mereka asik judi, minum-minuman keras. Rusak moral dan keadaannya. Tidak aman tidak nyaman. Maka mereka disebut jahiliyah, alias bodoh.

Kemudian turun Al-Qur’an memperbaiki kebodohan umat ini. Perlahan kejahilan mereka menghilang. Perempuan tidak lagi dikubur hidup-hidup. Ia bahkan mendapat banyak keistimewaan dari Allah. Perempuan sungguh dimuliakan sehingga saat menjadi ibu maka Surga ada di telapak kakinya. Ketika ia belum menikah, ia jadi salah satu kunci bapaknya untuk bisa masuk Surga.


Perempuan kemudian diatur. Pakaiannya, pergaulannya, hingga warisan yang ia terima kelak. Ini karena, saking agungnya perempuan, ia dijaga agar tetap suci dan tidak mudah diganggu. Maka berhijablah. Karena kamu ratu, dan orang tak boleh sembarangan menyentuhmu. #tsah

Lebih lanjut mengenai Al-Qur’an, kitab ini berisi perintah dan larangan, ancaman dan hadiah. Semua lengkap. Inilah panduan hidup utama buat muslim muslimah. Pesan-pesan di dalamnya begitu banyak dan kompleks sehingga butuh banyak cendekiawan, ‘alim, ulama, sebagai pengantar pesan tersebut. Sampaikanlah walau satu ayat, karena:

“Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam kitab (Al-Qur’an), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat pula oleh manusia yang melaknat, kecuali mereka yang telah berobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya), mereka itulah yang Aku terima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” (Surat Al-Baqarah ayat 159-160).

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ini ancaman keras bagi yang menyembunyikan petunjuk yang telah disampaikan Rasul. Dilanjutkan dalam sebuah hadist, “Barangsiapa yang ditanya mengenai suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, niscaya di hari kiamat dia akan dikekang dengan tali kekang dari api neraka.” (Hadist Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).

Terkait laknat Allah bagi mereka yang menyembunyikan pesan Al-Qur’an ini, akan agak tidak tepat jika dikatakan “agama adalah urusan dapur”, ditaruh belakangan, diintip belakangan, tidak boleh dicampuri. Karena, sebagian besar urusan agama bukan urusan belakang saja. Dakwah adalah krusial. Ingat pesan Nabi, bahwa tidak semua orang harus pergi berperang karena sebagian harus belajar untuk mengingatkan perkara agama bagi saudaranya saat mereka pulang perang.

Maka, agama bukan selalu urusan belakang. Kita perlu saling mengingatkan, karena di Islam, banyak perkara yang sudah jelas dosa dan pahalanya sesuai petunjuk Allah dan Nabi. Mencuri, dosa. Menuntut ilmu, pahala. Mengonsumsi apa pun yang memabukkan, menghilangkan akal dan membahayakan tubuh, dilarang. Menyantuni orang tak mampu dengan berzakat setiap tahunnya dari rezeki yang memenuhi kelayakan, perintah. Itu semua jelas. Mengerjakan amal maka masuk Surga, mengerjakan dosa maka masuk Neraka.

Walau demikian, perkataan dan sikap yang sifatnya menghakimi, bahkan sampai mengkafirkan, itu mencerminkan kamu tidak memahami dan tidak menghormati betapa Tuhan Maha Pengasih, sehingga kasih sayang dan pengampunannya lebih mutlak. Itu berarti kamu menampik kemutlakan Allah sebagai Penguasa, Raja, Pemilik Segala. Surga dan Neraka tidak bisa ditakar dari sekarang-sekarang saja, tapi nanti, dihitung sampai akhir hidup. Yang KAMU anggap berdosa sekarang belum tentu berakhir di Neraka, siapa tahu ia dibersihkan dosa sebelum matinya. Yang KAMU anggap suci sekarang belum tentu berakhir di Surga karena ada seorang yang amal salehnya menumpuk tebal tapi tak mampu masuk Surga karena sebutir kesombongan di dadanya.

Tetap, kamu tetap harus saling ingat-mengingatkan karena kamu KHALIFAH di dunia. Kamu harus menjaga keberlangsungan hidup di sini, dengan menyejahterakan, menolong, memperbaiki umat dan lingkungan.

Apalagi, pada generasi era kini yang kurang ajarnya makin-makin. Bahkan pada ulama yang sudah menyalurkan ilmu dengan mendirikan pesantren seperti Gus Mus saja dihina-hina. Baguslah pemuda ini menyadari kesalahannya dan mendatangi Gus Mus untuk minta maaf.

Mengutip kata Ayah, “Tidak adil, Kak. Saya belajar hadist bertahun-tahun di pondok, ngantuk-ngantuk pun tetap memaksakan diri untuk belajar karena ini penting untuk umat. Guruku ulama terhormat. Lalu kamu, belajar hanya dari internet, mau merasa lebih pintar? Waduh. Sudah nggak karuan ini.”

Itu kenapa, kata Ayah juga, generasi era kini perlu terus diingatkan. Godaan zaman ini lebih dahsyat. Anak-anak yang tumbuh dengan meremehkan atau setidaknya jauh dari Al-Qur’an tidak akan mendapat cahaya, tidak bisa melihat dengan benar, tumbuh tanpa tuntunan dan petunjuk. Dia gagal menjadi anak, menjadi suami atau istri, hingga gagal jadi manusia.

Padahal, dalam Al-Qur’an dan Hadist sudah ada petunjuk jelas bagaimana menjadi anak, istri, dan manusia yang berhasil. Kadang kalau ada temen yang merasa hidupnya nggak bahagia, yang saya tanya adalah, udah shalat belum? Ngaji? Kalau itu saja belum, mending dipraktikkan dulu. Kalau itu sudah dilakukan tapi masih ada yang kurang, maka breakdown masalahmu dan cari jalan keluarnya sesuai Al-Qur’an, petunjuk Nabi, serta ulama.

Nantinya, semua yang hidup bakal kembali ke Allah, untuk diadili, diampuni, juga dihukum. Wallahua’lam bisshawab.

Berkat Al-Qur’an, Surga tak terasa jauh dan berat. Kalau mau bersabar, maka rasanya perjuanganmu menuju Surga bakal menyenangkan. Tetaplah yakin dan beriman pada Al-Qur’an demi mewujudkan rukun iman: beriman pada kitab Allah.

Nuzulul Qur’an mengingatkan kita pada perintah pertama yang Allah turunkan lewat Al-Qur’an. Kala itu, Nabi Muhammad saw. bingung melihat tingkah masyarakat jahiliyah yang seenaknya sendiri. Nabi pun menyendiri, uzlah, berdiam diri di Gua Hira. Turunlah ayat pertama, “Iqra’” yang artinya, “Bacalah.”

Bacalah dengan nama Tuhanmu.


Bacalah.

Baca.

Itu perintah pertama dari Allah. Jangan hanya baca arabnya saja, tapi baca terjemahnya, baca penjelasannya, perkaya lagi dengan membaca buku-buku pendamping Al-Qur’an dan Hadist lainnya. Jangan bosan, dan tenang saja, karena mempelajari Al-Qur’an tidak ada habisnya. Juga, karena imanmu itu naik dan turun setiap saat. Maka terus perbaharuilah dengan membaca Al-Qur’an.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, apalagi saya. Kalau sekarang saya dipandang baik, itu bukan karena saya baik. Melainkan, karena Allah tutupi aib-aib saya, yang jika kamu lihat maka kamu pun bakal tahu betapa saya penuh luka, dan saya berjuang untuk melepaskan diri dari masa lalu itu. Al-Qur’an mengingatkan saya, betapa saya adalah perempuan yang sudah lalai selama ini, saya tidak mau masuk Neraka karena kelalaian saya, dan saya ingin kembali baik. Dan itu berat. Bukan cuma badan aja yang bisa berat…

Rindu juga berat…

Apalagi rindu sama kamu…

"Kamu" tuh maksudnya Madinah, tauk!

Huuu!

Tapi rindu kamu juga, ding…

Kamu kamu kamu kamu semuanya :)

Akhir kata…
Selamat berjuang juga, sobat!

(Hasil ngobrol dengan Ayah, 13 Juni 2017)

Komentar

Postingan Populer