Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Catatan Setahun Pernikahan (1): Mulut Tetangga dan Basa-basi Basi
Setahun menikah, tentu banyak bahagianya. Tapi yang bikin "kok iso sih koyok ngono kuwi kelakuane" juga banyak. Di bagian pertama ini, untuk merayakan setahun pernikahan, saya ingin berbagi cerita.
Sebagaimana kamu, saya pun ingin mengenang hal-hal yang baik saja dalam benak. Membuang semua yang menyesakkan. Tapi ada saja yang bikin kepikiran. Misalnya, satu ini.
***
Saya sebenarnya tak masalah dengan pertanyaan, "Belum punya anak?" "Belum mbati?" dan bunyi semacamnya, meski sebenarnya bukan urusan mereka juga saya sudah hamil atau belum.
Pertanyaan seperti "Udah isi?" awalnya tidak membuatku kepikiran. Aku punya support system yang cukup. Terutama tentu saja dari mas Suami yang alhamdulillah sampai sekarang masih betah memupuk kesabaranku.
Tapi kalau pertanyaan itu ditanyakan nyaris tiap hari, bahkan oleh orang yang sama, ya rasanya 'kenyang sampai nyaris muntah' gitu.
Setiap hari selama bekerja di toko, pertanyaan itu tak pernah absen. Sebenarnya tak masalah, karena seringnya hanya basa-basi basi dari orang-orang yang merasa perlu bertanya.
Mereka yang peduli itu tak berhenti pada pertanyaan, tapi juga memberi saya masukan yang manfaat. Makan taoge mentah. Rajin olahraga bersama. Rajin piknik biar rileks. Merekomendasikan dokter berpengalaman. Itu beberapa masukan dari orang yang bertanya tak sekadar basa-basi, tapi memang peduli.
Sebagian lagi ada yang bersimpati. Misalnya dengan,
"Tenang, tidak semua orang langsung hamil. Bahkan ada yang puluhan tahun baru diberi."
"Wah, awet berarti. Santai aja, nanti ada saatnya."
Tapi, ada juga yang, "Jangan nunda! Nanti kalo udah berumur malah ndak enak! Capek kamu, blablabla lebih sakit blablabla..."
Wait a minute. I don't even need your advice but hello, who the hell are you to judge me? Kecuali kamu mertuaku, maka sebaiknya berhenti ngedumel soal 'menunda.' Nobody postpone anything. (Ah, I dont'e even need to write it here).
Mereka yang seenaknya langsung ceramah dan menghakimiku soal "jangan menunda" ini, pasti tak tahu malam-malam saat aku terbangun dari mimpi yang anehnya sangat membahagiakan: aku menggendong bayi, bayiku.
Di salah satu malam itu, aku bangun dan menangis. Aku sudah menginginkannya, setidaknya satu.
***
Mulut tetangga yang lain pernah membuatku trauma. Ibu ini rajin naik ke toko kami. Ibu yang baik, awalnya. Ibu yang ramah dan sopan. Pembeli yang menyenangkan.
Sejak aku menikah, ia berkali-kali bertanya, "Udah isi?"
Dan aku jawab dengan, "Hehe."
Saking capeknya ditanya, aku hanya akan jawab pertanyaan macam itu dengan tawa tanggung tadi. Terutama pada tipe basa-basi basi. Setelah kujawab "hehe hehe," dijamin yang bertanya juga akan salah tingkah dan kagok harus gimana. What a sweet revenge.
Atau, kalau lagi niat, ya kujawab agak panjang, "Masih berjuang, hehe hehe." Karena faktanya begitu. This is not an easy journey for me. :)
Hingga suatu ketika, Ibu itu naik ke toko dan kembali bertanya, "Udah isi?" yang sayangnya dilanjutkan dengan,
"LHO KOK BELOM? NUNDA YA? WADUH JANGAN NUNDA. EH TAPI ANAK SAYA NIKAHNYA BARUSAN AJA, UDAH LANGSUNG HAMIL. HEBAT YA DIA. KAMU NIKAHNYA KAN UDAH... HAMPIR SETAUN YA? KOK MALAH ANAKKU DULUAN YA? TAPI ANAKKU MEMANG PINTER, SIH. DIA ITU blublublublublub."
Ingin kutenggelamkan kepalanya dalam bak mandi.
Omelan Ibu itu masih panjang sampai telingaku pengap. Kali ini, new achievement unlocked! Ia tak hanya bertanya sudah isi, tapi juga membandingkan anaknya denganku dan betapa aku 'tertinggal.'
Kalau hatiku punya mikrofon, mungkin bisa terdengar tuh suara patah dan air terjun turun bebas. Nangis. Ini sudah versi evilish upgrade dari "Udah isi?"
Besoknya, dia masih nanya lagi. "KOK BELOM HAMIL?"
Aku jawab, "Lha Ibuk tanya saya, saya tanya ke siapa dong, Buk?"
Cengengesan lalu dia.
Aku tulis caps lock karena dia bertanya dengan suara sekeras itu, sampai mendekatkan wajahnya ke aku. Ia bahkan membuka pembatas plastik toko yang kami pasang sejak Corona mewabah. Sepenting itu rupanya, Bu?
***
Lebaran ini, saya malah bersyukur bertemu keluarga baru dari pihak mas Suami yang saat silaturahmi membahas politisasi tembakau, tambang, ormas. Seribu kali lebih menyenangkan dibanding mendengarkan kajian perbandingan macam Ibu Capslock tadi itu.
Kalaupun ditanya "Udah isi?" bakal dilanjutkan dengan saran-saran penting atau sharing, semisal, "Ah tapi aku juga lama, Mbak. Tiga tahun."
Kerabat lain juga pernah membagikan pengalamannya. Kata dia, "Aku sangat khawatir soal keturunan karena keluargaku ada yang nggak punya anak. Agak was-was juga nunggunya, takut aku juga mandul. Apalagi aku kerja, suamiku kerja, seringnya pulang udah capek. Aku juga rentan stres, Nas. Jadi.. wah nano-nano banget rasanya. Alhamdulillah dikasih meski nunggu lama."
Pengalaman perempuan seperti ini yang mungkin tak sampai ke kepala Ibuk Capslock tadi. Atau kepalanya terlampau bebal dan mulutnya terlanjur mulus macam kayu habis diamplas. Ada perjuangan yang nggak dia lihat. Perjuangan yang juga kita nggak mungkin umumkan ke telinga semua manusia.
Be kind to others, be kind to yourself.
***
Setelah kejadian ini, saya jadi paham kenapa ada orang yang mati-matian menarik diri dari interaksi dengan manusia lain.
Saya pun, sempat begitu. Sempat menolak bertemu teman, karena ya itu, apakah mereka bisa menghormati perasaan saya? Karena jika tidak, dengan senang hati saya akan memperkecil lingkaran saya sendiri.
Alhamdulillah sekarang sudah lumayan pulih. Penyokong utama tentu saja mas Suami. Orang yang seolah tak pernah buntu. Orang yang dalam kepedihan pun masih bisa menyalakan harap.
***
Bagian pertama adalah bagian tak enak ini. Catatan Setahun Pernikahan bagian kedua, mungkin akan lebih cerah ceria. Tunggu, ya.
Komentar
Postingan Populer
Analisa Cerpen “Tikus dan Manusia” Karya Jakob Sumardjo
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Analisa Novel Karya Mira W: Sisi Merah Jambu, oleh Inasshabihah
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Inasssssss....... makasih udah sharing. Secara personal, ga punya pengalaman seperti ini. Lebih jadi teman dr mereka yg dihujani pertanyaan serupa. Ga pernah tanya apapun terkait isu kehamilan atau minta teman itu utk curhat. Lebih milih kirim kalimat "kalau butuh telinga numpahkan uneg2, feel free utk WA atau telpon ya...". Sehat-sehat ya, 'Nas. Peluk Inass dari jauh 🤗🤗
BalasHapusMbaaaak, maaf baru baca huhuhu, makasih banyak ya Mbak :') Iya sebenernya yang dibutuhkan memang sharing aja, karna kitanya udah puyeng nerima ninunininu dari society, wkwkw. Peluk Mbak Dwi jugaaaaaaaa miss youuu <3 <3 <3 sehat-sehat ya Mbakkk <33
Hapus