Langsung ke konten utama

Unggulan

[REVIEW BUKU] Ada Apa dengan Introver: Siapa, Mengapa, dan Bagaimana

Mungkin memang enggak ada yang namanya kebetulan, melainkan takdir.  Takdir untuk buku ini adalah, saya dapat masukan dari Mbak Lintor untuk menyusun buku tentang move on , kala itu kata move on sedang beken-bekennya, sekitar tahun 2014-2015? Iya sekitar segitu. Blio juga mengusulkan seorang psikolog bernama Pingkan Rumondor, yang dalam waktu dekat bakal mengisi seminar di Universitas Indonesia, untuk menulis buku soal move on  itu.  Proyek itu disambut hangat oleh mbak Pingkan. Dalam proses menulis dan mengedit naskah blio, saya pun mengunjungi tempat blio mengajar di Binus untuk ngobrol , hingga akhirnya dalam sebuah kunjungan, saya bertemu mbak Rani Agias Fitri . Di sana, lahirlah obrolan mengenai rencana penulisan buku blio mengenai introver, sebuah bidang yang menjadi kajian mbak Rani. Kebetulan saat itu, blio dan rekannya, Regi, tengah menyelesaikan proyek tugas akhir mengenai introver pula.  Pucuk dicinta ulam pun tiba, gitu kali ya peribahasanya. Saya pun usu...

#4 Seven Things That Cross My Mind a Lot

yap mari melompat ke topik blog challenge keempat, tentang tujuh hal yang sering melintas pada pikiran gue. apa saja itu? whooof, gue mencoba merumuskan ketujuh hal itu, dan ini dia:

1. lulus mau ngapain?
pertanyaan wajar bagi mahasiswa tingkat akhir lah, ya. banyak rencana berkelibatan, tapi yang pertama sih cari duit dulu. ada yang ngajakin traveling, jadi aktivis di desa. gue ingin sekali, tapi gue inginnya memenuhi keinginan itu dengan uang gue sendiri. sehingga, gue harus kerja dulu. sementara gue nanti memutuskan untuk bekerja juga harus memikirkan kondisi orang tua. jadi........ pikiran soal ini akan terus menghantui.

2. kalau prabowo presiden, akan hilangkah wartawan-wartawan yang memberitakan sesuatu yang menyinggung dirinya?
dia cukup jadi perhitungan karena ada rakyat yang menginginkan pemimpin tegas. dan prabowo nampak memenuhi persyaratan itu. tapi, waktu kemarin baca berita-berita, katanya prabowo menolak diwawancara soal keluarga dan pelanggaran HAM. padahal jikalau beliau mau membuka diri sedikit, siapa tahu jadinya malah menjadi sesuatu yang positif. makin menutup diri, makin orang nggak mau mempercayakan jabatan presiden ke beliau. ya tapi nggak tahu juga. yang kepikiran adalah gimana nantinya kalau dia jadi presiden?

pernah gue nyeletuk, "yaudahlah Prabowo aja!" di depan temen-temen gue yang wartawan idealis garis keras *uhuk* mereka menyemprot gue, "LO NGGAK MIKIRIN NASIB TEMEN-TEMEN LO YANG JADI WARTAWAN?"

iya sih. tapi di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, ya meskipun menteri-nya seperti itu, apa bisa Prabowo meneruskan daftar pelanggaran HAM-nya?

3. mau kerja di media mana? mau idealis, atau fleksibel?
ini juga menggelayuti hati dan akal. tapi baru tadi pagi abis dhuha ngobrol sama ica. kesimpulannya, punya nilai ideal yang diyakini itu penting, tapi tak boleh berlebihan, karena apa? simpel. yang berlebihan selalu tidak baik. selamat datang di dunia orang setengah-setengah? *peace*

"kerja di media mana" juga topik urgent. berkali-kali ngobrol sama tita, gue masih belum memutuskan. mungkin setelah magang ini selesai baru cari tahu soal tempat-tempat tujuan gue. pengennya, kerja di media yang berkorelasi dengan agama. iya, bisa jadi itu Republika. tapi gue setengah hati bergumul di politik. nggak pengen aja. tau iya, tapi nggak menyatu. makanya kepikiran masuk ke anak Republika, media tentang kesehatan.

ada banyak yang bisa jadi perhitungan. tapi hati belum tau mau berlabuh kemana. *ADUHNAS*

4. mau jadi aktivis dimana?
dilematis ini sebelas-dua belas sama yang di atas, sih. sudah ada banyak yang bisa dimasuki dan digeluti, tapi belum tau mau fokus kemana. tawaran yang terdekat ada, sih. tapi untuk satu ini, mungkin by time aja aku nyarinya.

5. mau jadi ibu rumah tangga, atau nyambi kerja?
saya anggap, umur saya sudah bisa dimasuki pikiran macam ini. mengenai menikah dan berumah tangga. tentu aja jawaban yang sering saya dengar "yaudah sih, Nas. nurut suami aja nanti, kalo boleh kerja ya kerja."

iya lah, memang harus nurut dengan suami. tapi kalau semua-mua nurut, nggak punya orientasi lain, kasihan aja. :)

sejauh ini, inginnya ikut kerja di rumah. misalnya nulis, buka toko, dan sejenisnya, yang bisa disambi ngurus rumah. bagaimana, calon suamiku? setuju? *plak*

6. bagaimana agar saya jadi kreatif?
ini juga crossed my mind a lot. terutama tiap kali kebutuhan akan ide itu datang. gue jadi mati-matian berpikir mau memberi apa, hingga akhirnya fase ini berujung pada "gimana sih caranya gue bisa kreatif?"

nggak, kamu nggak perlu ngasih jawabannya. saya tahu, cuma suka khilaf. suka blank dan cemas. dan akhirnya berujung pada pertanyaan ini. saya sadar, ini proses dalam berproses. saya sedang berproses menjadi kreatif. semangat!

7. apakah ahmad wahib akan menjadi liberal jika dia masih hidup saat ini?
yap. wahib meninggal dan diagungkan pengagum nurcholish majid. mungkin ini yang membuatnya nampak sebagai liberalis. namun ketika saya mencoba intip buku harian wahib yang bisa dilihat gratis di website sayembara ahmad wahib award, yang saya tangkap adalah wahib bukan milik siapa-siapa, entah liberalis ataupun fanatis, apalagi sekularis. dia begitu kuat keinginannya untuk intim dengan Tuhan. 

iya sih, stau quotes-nya dimana ia menyebut dirinya adalah katolik, sosialis, dan sebagainya, diakhiri dengan "semoga itu yang disebut Islam". mungkin itu yang membuat wahib disebut sebagai liberalis. tapi selepas itu, bagi saya, dia bukan liberalis.

tapi entah kalau wahib masih hidup sekarang dan bercumbu dengan logika-logika liberalis. lalu akrab dengan forum-forum diskusi gagasan pecnta nurcholish majid. mungkin, bisa beda.

dan hal-hal ini cukup sering saya pikirkan.

kalo kamu? :)

Komentar

Postingan Populer