Langsung ke konten utama

Unggulan

CATATAN EMPAT TAHUN PERNIKAHAN: "Aku Benar pun Tetap Salah"

Bulan Juni lalu, menjelang ulang tahun pernikahan kami, di tengah momen berbalas chat dengan suami, aku baru menyadari sesuatu. "YANG! Kita tuh udah empat tahun nikah, lho. Kirain baru tiga tahun." Aku punya patokan khusus untuk memudahkan menghitung pernikahan kami. Tahun pertama menikah itu memorable karena aku harus operasi pengangkatan miom. Yes, halo sobat SC. Sayatan lukaku tentu enggak ada apa-apanya dibanding kalian, tapi sama-sama berbekas dan sering gatel atau nyeri kalau kecapekan. Tos. Sisanya maka tinggal ditambah usia Rawi, yang lahir di tahun kedua pernikahan kami.  Ada yang bilang, pernikahan itu yang penting komunikasi. Yes, penting banget memang. Seratus persen aktivitas pernikahan itu sangat terkait dengan komunikasi. Kran kamar mandi rusak, ngomong. Perlu belanja ini itu, ngomong. Pengen gantian momong anak, ngomong. Semua kesepakatan dalam rumah tangga, tentang ke mana anak akan disekolahkan, tentang bagaimana mendidik anak sesuai usianya, tentang mainan...

Jalan-jalan ke Sam Poo Kong!

Sebagai warga kelahiran Semarang, saya merasa gagal.

Tiap ada teman ke Semarang, saya selalu bingung harus membawanya ke mana. Enam tahun di luar Semarang jadi kagok pas balik ke kota ini. Kalau kuliner sih, mudah. Maklum, saya tukang makan. Tapi kalau wisata lokal.. apa, ya? Kota Lama? Contemporary Art Museum? Ronggowarsito?

Ya, ke Museum Ronggowarsito lah saya mau membawa Diva, karena anak ini suka seni dan sejarah *sotoy* Tiba-tiba di tengah jalan,

"Kalau ke Sam Poo Kong jauh nggak, Kak?" tanya Diva.
"Enggak. Ke sana aja, yuk? Aku baru inget butuh bahan nulis soal Imlek."
"Oke."

Syukur tiada akhir, malah "diingatkan" oleh Diva soal kerjaan, hahaha. Jadilah saya tancap gas ke Sam Poo Kong.

Ini kedua kalinya saya ke Kelenteng ini. Mungkin ini satu-satunya kelenteng di Semarang, yang pengunjungnya banyak yang berhijab, hehehe. Selain sebagai tempat ibadah, Sam Poo Kong juga adalah tempat wisata. Butuh bayar 8 ribu rupiah untuk tiket masuk. Begitu ke dalam, ada rentetan penjaja makanan di kanan dan kiri. Masuk lurus, kita akan menemui aula megah dan luas, yang digunakan pada perayaan Imlek dan hari tertentu saja.

Wisatawan foto-foto di Aula Sam Poo Kong

Di seberang aula, ada kelenteng-kelenteng untuk sembahyang. Waktu kami perhatikan, ada banyak wisatawan masuk ke area kelenteng, bahkan jalan-jalan dan berfoto. Ada juga yang berkelompok dan diarahkan tour guide. Pertanyaannya, bagaimana cara masuk ke area Kelenteng?

Saya dan Diva sempat beberapa kali bolak-balik kayak setrikaan, dari pojok ke pojok lapangan nyari tempat masuk, hahaha, ternyata memang nyempil gitu jembatan masuknya. Kami bayar untuk tiket masuk, muterin kelenteng, lalu karena nggak paham sejarahnya apa, balik ke pintu masuk dan nyewa guide. Hahaha. Kerja dua kali banget. Maafkan aku sang anak rumahan ya, Diva. Akhirnya ditemenin deh sama guide-nya, dan ternyata, bagiku sih, sejarah kelenteng ini serta kisah hidup Cheng Ho secara personal sungguh menarik.

Penasaran? Ke sana aja, gih. Biar puas. :p

Kyai Jangkar, salah satu sesembahan. Kenapa Jangkar? Nantikan artikelnya, ya. Kalau dimuat :p

Nabi Kong Hu Cu, salah satu sesembahan

Gong Toleransi / Perdamaian

Diva - Mbak Desi The Tour Guide - Inasshabycute (nggak ada yang bilang cute, jadi muji diri sendiri ajah)

Kelenteng Agung Sam Poo Kong dengan patung Cheng Ho di depannya

Kelenteng Agung Sam Poo Kong, Kelenteng Kyai Juru Mudi, Kelenteng Dewa Bumi



Catatan: semua foto ini hasil jepretan Diva, ya.

Komentar

Postingan Populer