Mulai menentukan mau jadi apa kita nanti setelah lulus, menjadi serius di saat sekarang ini. Memasuki akhir tahun, menuju tahun baru, dan kelulusan nggak lama lagi. Kalau aku boleh menulis apa saja yang mau aku lakukan, maka ini dia:
Kerja dulu. Ini sekedar menunaikan kewajiban atas 4 tahun yang MAHAL di universitas. Karena aku ambil Jurnalistik, maka list pertama: jadi jurnalis. Aku nggak mau jadi sembarang jurnalis. Maunya di media yang bernafas Islam. Karena, seperti apa yang aku bilang di interview beasiswa Kompas waktu itu, "Kalau saya akan menulis, maka itu untuk agama saya." Bisa Republika, Ummi, dan media Islam lain yang sayangnya didominasi segmen menengah ke atas. Hiks. Kerja ini ibaratnya nabung modal. Untuk apa?
1. Bangun media muslim yang baru, dan mampu meraih atensi remaja-remaja. Menurutku ini penting. Pembentukan karakter pemuda muslim ini penting. Mereka juga akan jadi bagian dari kemajuan bangsa, dan kemajuan yang besar itu dimulai dari kemajuan-kemajuan kecil sebelumnya, dan agama adalah salah satu bagian krusial dari kemajuan tersebut. Aku percaya itu. Ada banyak cara membimbing mereka untuk jadi pemuda muslim yang berkarakter cemerlang. Salah satunya media, apalagi yang sedang laku-lakunya di masyarakat. Aku bisa membayangkan akan ada rubrik-rubrik mengenai tafsir Qur'an dan Hadist yang dikemas jauh dari kesan kaku sehingga anak muda suka baca, cerpen-cerpen bermutu, artikel hebat, yang membahas soal apa saja yang memang penting dibicarakan, misalnya terorisme, korupsi, cinta, dosa, surga neraka, dan sebagainya.
2. Ke Papua. Mau apa? Mau hidup. Mau menikmati alam. Itu bonus sampingan. Tapi utamanya, aku ingin mengajar di sana. Cerita tragis mengenai wajah pendidikan di Papua yang aku lihat lewat Papuan Voices, bahwa Papua sangat membutuhkan guru, terutama untuk membebaskan mereka dari jerat buta membaca dan menulis. Itu pekerjaan yang sangat mudah, technically, dan sangat mulia mengingat Papua adalah daerah yang nyawa warganya tak lebih tinggi dari harga lahannya. Aku mau di sana, survive bareng mereka. Ngerasain hidup. Aku mulai muak juga sama pulau ini. Semoga kalo nanti menikah, bisa pindah bareng mama ayah dan suami *amin*
3. Masih mengajar, setipe dengan Papua. Jika aku tak sampai ke sana, at least aku ingin membantu mengentaskan masyarakat dari buta huruf di Jawa saja. Karena ternyata, masih ada banyak desa yang tak terjangkau oleh pemerintah (atau memang sengaja enggan dijangkau karena banyak alasan) sehingga anak maupun orang tua di sana tak lancar baca tulis. Menurutku, baca tulis harusnya jadi pendidikan super dini agar masyarakat kita pun tak dibodohi oleh orang lain, apalagi orang bukan Indonesia dengan kepentingan aneka rupa.
4. Masih dalam ranah mengajar juga, aku ingin buka sebuah rumah baca Al Qur'an. TPQ. Sort of. Pengalaman ngajar ngaji bulan puasa tahun lalu masih membekas dan itu seru sekali. Aku nggak sabar menuntun mereka mengeja satu per satu huruf hijaiyah, lalu melantunkannya dalam satu dua kalimat indah. Lalu menggambar tulisan kaligrafi. Mewarnai. Aku nggak sabar untuk melihat lagi wajah-wajah lucu, innocence, dan takut-takut mereka saat duduk tepat di depanku. Mereka membawa buku Iqra' mereka, berbeda-beda sesuai tingkatan, lalu belajar mengaji bersamaku. Atau juga saat mereka maju tanpa membawa buku Iqra', melainkan Juz 'Amma, karena saat itu giliran hafalan surat pendek. Aku nggak sabar untuk mengatakan pada mereka bahwa mereka hebat, atau mereka harus berlatih lagi. Ah, indah sekali memang berjuang di jalan Allah. Nggak perlu angkat senjata, kan? :)
5. Melanjutkan usaha toko Mama dan Ayah. Ini kemungkinan yang cukup besar juga, karena Mama sudah memberi isyarat kepadaku, si anak sulung. Aku nggak keberatan sama sekali. Mengurus toko itu menjadi kesukaanku tiap liburan. Membersihkan sudut, menata barang-barang, kulakan, menata uang, melayani pembeli. Aku menyukainya, dan akan sangat senang jika Allah menakdirkanku di toko itu. Dari situ aku bisa makan dan sekolah sampai sekarang.
5. Menjadi murid ponpes! Ah! Aku memang belum pernah mengecap pendidikan pondok pesantren. Namun justru sekarang, setelah aku bergumul dengan seggala rupa keduniawian, aku merindukan suasananya, sekalipun aku tak pernah merasakan atmosfer pesantren secara langsung. Aku mau bangun tahajud, mengaji, subuhan, lalu tadarus, dhuha, berpuasa. Mungkin bisa dilakukan diluar ponpes, tapi berat. Setan di sini lebih banyak, I guess. Aku merindukan ilmu-ilmu Fiqih dari para alim ulama, atau soal tarikh Islam, aku mau lebih kenal tokoh-tokoh Islam spektakuler, bukan hanya politikus atau filsuf. Aku bisa bayangkan mengikuti kelas menghafal Al Qur'an. Dan ini akan menakjubkan!
6. NULIS! AYE! Mau jadi penulis. Kalo ini, banyak untungnya. Jadi akan ada waktu luang untuk ngelakuin hal-hal lain, termasuk 5 hal di atas. Bahkan jadi jurnalis juga bisa nyambi nulis juga. Nulis apa? Lihat aja nanti. Kalau jadi. *plak*
7. Mau bikin panti jompo. Satu dua pengalaman yang kudapat, lebih menyedihkan kondisi panti jompo dibanding panti asuhan. Bagiku, sudah banyak yang peduli nasib anak-anak yatim piatu beserta masa depan mereka, namun masih kurang banyak yang memikirkan keberlangsungan ibu bapak lansia yang mungkin karena anak mereka super sibuk, maka mereka dititipkan di panti jompo itu. Aku mendapat pelajaran biasa soal menyayangi kedua orang tua. Sehingga saat melihat panti jompo, yang aku rasakan adalah ketidakpedulian anak-anaknya atas nasib orang tua mereka, terutama menjelang ajal. Rasa kasih sayang ku kepada orang tua yang mungkin membawaku ke sini. Aku mau merawat mereka, mungkin butuh perhatian dan ilmu ekstra karena ini berarti aku akan membersihkan pup mereka, siap mencium bau ompol, mengajak mereka berkeliling dan menyuapi makan. Tapi itu suatu hal yang akan menyenangkan jika aku diberi kesempatan melakukannya.
Baru tujuh, ya. Kapan-kapan dilanjut.
Anyway... Mimpi ini akan bisa ditempuh kalau skripsiku lekas kelar. Jadi aku tulis ini sebagia motivasi. Ayo kelarkan skripsweeet~
Inasss! Aku juga punya mimpi yang serupa kayak gini! Kepengin nulis sambil jalan-jalan, bangun media baru (kalo bisa), dan bangun rumah buat penampungan hewan-hewan terlantar. Kapan ya kita bisa ngobrol lama soal beginian? :'))
BalasHapusHahaha, ayo bikin media! Tapi nabung dulu sih, caranya kerja di media lain dulu :p Ah, aku setuju tuh soal menampung hewan-hewan, mulia sekali, deb! Enakan kerja utk sesuatu yang orang suka lupain gitu nggak sih :))
BalasHapusI'm available, Deb! Kapan lah yukkkkk!! Membangun mimpi dimulai dari sekarang! :'D